Suku Anak Dalam, Sejarah Persekawinan Trah Singosari dan Pagaruyung

Suku Anak Dalam, Sejarah Persekawinan Trah Singosari dan Pagaruyung
Kepala Suku Anak Dalam Kutar (kiri) berserta para pemangku adat di Istana Presiden RI, Jakarta, Jumat, 5 Mei 2017. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

Para tua tengganai Batin Sembilan meyakini nenek moyang mereka persekawinan utusan Ekspedisi Pamalayu dan Pagaruyung.

Tentang struktur pemerintahan dan sosiokultural, mereka menyimpulkan bahwa, "sejak zaman dahulu kami dipimpin oleh Patih atau Pati atau De Patih (istilah Belanda), dan tidak pernah dipimpin oleh Tumenggung."

Dengan demikian, "sejak zaman dahulu kami berbeda dengan Orang Kubu (Kubu Lalan) dan Orang Rimbo (Bukit Dua Belas)."

Para tua tengganai Batin Sembilan pun mempertegas bahwa mereka bukan Orang Kubu. Bukan pula Orang Rimbo.

Pun demikian, mereka mengakui Orang Rimbo yang hidupnya nomaden (belakangan sudah mulai menetap) sebagai kelompok manusia yang lebih dahulu menghuni pedalaman Jambi sebelum mereka.

Sekadar catatan, Suku Batin Sembilan sejak zaman dahulu memiliki perkampungan. Kalau pun ke hutan, mereka hanya menginap (mandah) untuk berburu dan mencari hasil hutan.

"Masyarakat Batin Sembilan dipimpin oleh Patih, mengikuti struktur Kerajaan Singasari, yang kemudian mendapat pengaruh bahasa Belanda menjadi Depati (De Patih), dan di Orang Rimbo dipimpin oleh Tumenggung," tulis Abas Subuk.

Apa boleh buat, keseluruhan suku-suku yang bermukim di pedalaman Jambi ini, oleh para ilmuwan Barat diseragamkan sesuka hati.

PUCUK adat Suku Anak Dalam, Jambi ke Jakarta menyambangi Istana Presiden RI. Trah keturunan Singosari dan Pagaruyung ini mengadu. Tanah ulayat mereka

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News