Sungguh Baik Hati, Mereka Buka Pintu Rumah untuk Pengungsi

Sungguh Baik Hati, Mereka Buka Pintu Rumah untuk Pengungsi
Suasana di Pengungsian warga yaang terdampak dari aktivitas gunung Agung di GOR Suweca Gelgel, Klungkung, Bali (25/9). Ilustrasi : Raka Denny/Jawa Pos

Selaras dengan prinsip kearifan lokal Bali: menyama braya.

Mengutip Menyama Braya (Studi Perubahan Masyarakat Bali) karya Christantius Dwiatmadja, Sony Heru Priyanto, David Samiyono, dan I Wayan Damayana, menyama braya bermakna bahwa semua orang (orang lain) merupakan saudara atau keluarga, tidak ada orang lain atau wong liyan.

Karena merupakan saudara atau keluarga, orang lain diperlakukan seperti keluarga sendiri.

"Malu rasanya kalau kami sampai tidak membantu," kata Gung Rai, sapaan akrab Anak Agung Gede Rai Sri Budaya.

Kalau Gunung Agung benar meletus, Karangasem diprediksi menjadi kabupaten yang paling parah terdampak.

Karena itulah, banyak warga Karangasem yang diungsikan ke kabupaten tetangga, Klungkung.

GOR Swecapura, Klungkung, merupakan pusat koordinasi dan penampungan pengungsi. Tapi, di luar GOR, banyak pula yang ditampung di banjar alias desa adat.

Begitu mendengar arus pengungsi dari Karangasem mulai mengalir, Ani mengaku langsung mendatangi GOR dan sejumlah banjar.

Pengungsi Gunung Agung berlindung di rumah warga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News