Sungguh Baik Hati, Mereka Buka Pintu Rumah untuk Pengungsi

Sungguh Baik Hati, Mereka Buka Pintu Rumah untuk Pengungsi
Suasana di Pengungsian warga yaang terdampak dari aktivitas gunung Agung di GOR Suweca Gelgel, Klungkung, Bali (25/9). Ilustrasi : Raka Denny/Jawa Pos

Untuk itu, dia mempersilakan para pengungsi yang sehari-hari menggantungkan nasib dengan berjualan oleh-oleh untuk meneruskan usaha mereka.

"Sekarang (Selasa lalu, Red) alatnya sedang dibawa (ke sini)," ujarnya.

Di Kompleks Puri Kaler Kangin, Gung Rai membuka lebar-lebar pintu rumah sekaligus tempat ibadah itu karena teringat yang dilakukan sang ayah, Anak Agung Gede Rai Tan Naya, 54 tahun silam. Persisnya ketika Gunung Agung terakhir meletus pada 1963.

"Ayah ketika itu langsung membuka rumah untuk menampung pengungsi," kata pria yang masih keturunan raja Klungkung itu.

Jadilah sejak Jumat malam lalu puluhan pengungsi mengetuk pintu tempat tinggalnya. "Mereka langsung datang karena sudah tahu," ucap suami Gusti Ayu Rupini tersebut.

Satu di antara 27 pengungsi yang datang ke rumahnya bahkan pernah menjadi pengungsi saat Gunung Agung meletus pada 1963. "Umurnya sudah 90 tahun lebih," tambah pensiunan PNS tersebut.

Pengungsi yang dimaksud adalah Ketut Suwanda. Gung Rai lantas mengajak Jawa Pos menemuinya.

Tampak sekali keakraban di antara keduanya meski tak ada pertalian darah.

Pengungsi Gunung Agung berlindung di rumah warga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News