Tingwe

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Tingwe
Tembakau kering yang menjadi bahan baku rokok. Foto/ilustrasi: Ara Antoni/JPNN.Com

jpnn.com - Cukai rokok naik 12 persen. Para perokok melawan beleid itu dengan perlawanan budaya yang khas, yaitu kembali ke cara merokok tradisional dengan ‘’ngelinting dewe’’ atau tingwe, yaitu merokok dengan melinting tembakau sendiri.

Kenaikan pajak rokok ini diperkirakan bakal mengancam sektor-sektor yang bermata rantai dengan produksi rokok. Distribusi bahan baku tembakau dari petani bakal merosot, pekerja pabrik rokok terancam diberhentikan, dan pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan pengeluaran konsumen rokok.

Rentetan korban terakhir akan dirasakan oleh para buruh rokok di berbagai sentra industri rokok seperti Kediri, Malang, Kudus, Yogyakarta, dan beberapa daerah lain.

Dampak yang sama juga dirasakan oleh daerah-daerah penghasil tembakau seperti Jember, Madura, Temanggung, Lombok, Deli, dan beberapa daerah lainnya.

Merosotnya konsumsi rokok pabrikan akan mengurangi produksi yang kemudian berimbas pada pengurangan tenaga kerja.

Puluhan ribu buruh rokok akan kehilangan pekerjaan. Daerah-daerah sentra industri rokok pabrikan seperti Kediri dan Kudus selama ini menyerap sampai 60 persen tenaga kerja lokal.

Penurunan produksi bisa menyebabkan pengangguran massal yang bakal membawa dampak sosial serius.

Perlawanan dilakukan dengan beragam cara. Beberapa daerah melakukan demo terbuka. Kebijakan ini dianggap sebagai wujud perang kapitalisme global melawan tradisi lokal yang sudah membudaya berabad-abad.

Salah satu bentuk perlawanan yang muncul sekarang adalah lewat gerakan tingwe yang mulai gencar dilakukan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News