Tradisi Merawat Mayat di Toraja, Baju Diganti, Kopi Ditaruh

Tradisi Merawat Mayat di Toraja, Baju Diganti, Kopi Ditaruh
Warga membersihkan jenazah saat ritual adat Ma'nene di Lo'komata, Lembang Tonga Riu, Kecamatan Sesean Suloara Toraja Utara,(12/9/2017). FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

Ditambah lagi, keluarga juga memasukkan barang atau makanan kesukaan mendiang semasa hidup, kebanyakan sirih dan kopi, ke dalam liang.

”Itu bukan untuk pemujaan. Tetapi semata-mata bentuk kasih sayang kepada keluarga yang telah tiada,” tuturnya.

Dulu tradisi tersebut dilakukan warga Toraja Utara pada umumnya. Tapi, kini hanya warga yang tinggal di pedesaan di kawasan gunung yang masih setia melakukannya.

Aturan Ma’nene berbeda di tiap kampung. Di Tonga Riu, misalnya, diadakan tiga tahun sekali. Tapi, di Baruppu, kampung lain di Toraja Utara, diadakan setahun sekali.

Tiap liang yang berisi jenazah bisa dipakai untuk banyak anggota keluarga. Paling banyak rata-rata lima. Bergantung besarnya liang. Dan ukurannya bisa diatur bergantung jumlah kerbau yang dibayarkan.

Untuk membuat satu liang, warga biasanya butuh tiga sampai enam kerbau. Fungsi kerbau di sini ada dua.

Sebelum ada lubang, kerbau dipakai untuk membayar tukang pahat. Tapi, saat Ma’nene, sebagai bentuk ucapan syukur. Itu pun disesuaikan dengan kemampuan keluarga. Bisa pula diganti dengan kerbau.

Di hari pertama setelah dibuka, liang dibiarkan terbuka tanpa mengeluarkan jenazah. Keluarga baru menarik keluar jenazah keesokan harinya.

Dalam tradisi merawat mayat di Toraja, keluarga juga memasukkan barang atau makanan kesukaan mendiang semasa hidup, kebanyakan sirih dan kopi, ke dalam liang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News