Syarat Genting Jadi Persoalan Baru

Syarat Genting Jadi Persoalan Baru
Syarat Genting Jadi Persoalan Baru

jpnn.com - JAKARTA -  Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandri menilai rencana untuk mengeluarkan perppu tersebut tidak tepat.

Sebab, syarat situasi "kegentingan yang memaksa" sebagaimana pasal 22 ayat 1 UUD 1945 tidak terpenuhi.
 
Dia juga menilai bahwa Presiden SBY tidak wajar menyatakan telah terjadi kegentingan yang memaksa bagi kondisi yang diusulkan dan disetujui presiden sendiri.

"Upaya-upaya oleh Presiden SBY terkait dengan UU Pilkada hanyalah usaha untuk menyelamatkan citranya pada akhir masa jabatan. Karena itu, harus ditolak," ujar Ronald, kemarin.
 
Dia juga mengkritik keras langkah konsultasi antara presiden dan MK. Sebab, hal tersebut memiliki potensi konflik kepentingan mengingat presiden bisa menjadi pihak dalam perkara sengketa kewenangan lembaga negara dan pemakzulan di MK.

"Dalam struktur ketatanegaraan, MK juga tidak memiliki peran sebagai penasihat presiden untuk masalah apa pun," katanya.
 
Ronald menjelaskan, untuk kebutuhan pertimbangan atas suatu permasalahan dalam bidang hukum, presiden memiliki ruang untuk meminta pertimbangan Mahkamah Agung (MA) sebagaimana diatur dalam pasal 37 UU No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Selain itu, presiden dimungkinkan berkonsultasi masalah hukum dengan jajaran di bawahnya, yakni Dewan Pertimbangan Presiden atau menteri hukum dan hak asasi manusia. "Jadi, tidak tepat presiden melakukan konsultasi dengan MK," tandasnya. (ken/bay/c5/kim)

 


JAKARTA -  Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandri menilai rencana untuk mengeluarkan perppu


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News