10 Alasan Penolakan Kemen PU Digabung Kemenpera

10 Alasan Penolakan Kemen PU Digabung Kemenpera
10 Alasan Penolakan Kemen PU Digabung Kemenpera. JPNN.com

Keempat, karakter urusan perumahan rakyat memang berbeda dengan pekerjaan umum sehingga sebaiknya tidak disatukan. Ini bukan persoalan efisiensi, tapi memang kedua urusan ini berbeda. Jika digabung dengan Kemen-PU seperti bangun jalan, waduk, jembatan, pengolahan limbah, dsb, maka urusan perumahan rakyat akan aneh sendiri.

Ini karena pekerjaan-pekerjaan PU bersifat proyek-proyek enjinering, sangat jelas paket proyeknya, kandungan teknisnya tinggi, manajemen proyeknya rumit dan nilai anggarannya besar. Sedangkan perumahan rakyat lebih banyak urusan dimensi sosial-ekonominya dan komunikasi dengan para-pihak dan melibatkan multi-pihak pemangku kepentingan.

Dimensi-dimensi vital perumahan rakyat ini akan terancam terabaikan dalam iklim pekerjaan teknis ke-PU-an. Perbedaan mendasar ini membutuhkan penanganan yang berbeda, mulai dari paket proyek yang berbeda hingga pola komunikasi yang berbeda pula.

Kelima, perumahan rakyat itu bersifat multi-dimensi menyangkut urusan tanah, prasarana dasar, pembiayaan, perijinan di daerah, teknologi bangunan, pemberdayaan masyarakat, pengenalan arsitektur lokal, dan sebagainya. Sejak dahulu Menpera selalu berkoordinasi dengan Mendagri, Menteri-PU, BPN dan Menkeu untuk suksesnya pencapaian target-target program. Kini di era pembagian kewenangan dan desentralisasi, Menpera juga perlu berkoordinasi dengan BI dan Pemerintah Daerah di berbagai tingkatan.

Semua urusan koordinasi kebijakan di bidang perumahan rakyat ini sangat tidak efektif untuk bisa dijalankan oleh Menteri PU yang sudah disibukkan dengan target proyek-proyek besar ke PU-an. Apalagi jika dijalankan oleh seorang pejabat setingkat Dirjen yang ingin mengkoordinasi Menteri-menteri lainnya.

Keenam, perumahan rakyat itu bersifat multi-sistem sebagaimana amanat UU no. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pasal 21 dan 22, yang terdiri dari sistem perumahan publik, perumahan swadaya, perumahan komersial dan perumahan khusus (sosial). Tujuan penanganan secara multi sistem adalah untuk mencapai produksi rumah hingga 2,5 juta unit/tahun, dimana perumahan publik dan perumahan swadaya menjadi tumpuannya. Pembangunan blok-blok rusunawa harus dibenahi dengan menganut sistem perumahan publik yang baik. Program bedah rumah juga harus diperbaiki dengan menerapkan konsep perumahan swadaya yang benar. Pendekatan terpadu multi-sistem ini perlu didorong lagi untuk menjawab kebutuhan masyarakat, mengurangi backlog dan menuntaskan permukiman kumuh.

Ketujuh, perumahan rakyat itu adalah urusan yang melibatkan multi-stakeholders. Urusan perumahan rakyat tidak cukup antara pejabat kementerian dan kontraktor seperti halnya proyek-proyek di Kemen-PU. Untuk menangani berbagai multi-dimensi dan multi-sistem tersebut, Kementerian Perumahan Rakyat harus menjalin hubungan yang harmonis dengan semua pihak, mulai dari;  

- Antar-instansi pemerintah pusat
- Antar-instansi pusat-daerah,
– Antar-pihak pelaku usaha pengembang perumahan,
– Antar-pihak pembiayaan dan perbankan, hingga
– Antar-pihak berbagai komunitas dan dunia LSM.

Salah satu nomenklatur baru dari susunan kementerian negara dalam rencana kabinet Jokowi-JK adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News