Bamsoet: Hoaks dan Ujaran Kebencian Teror Demokrasi Indonesia

Bamsoet: Hoaks dan Ujaran Kebencian Teror Demokrasi Indonesia
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat menjadi Keynote Speaker 'Melawan Hoax untuk Menciptakan Suasana Pemilu 2019 yang Aman, Damai dan Sejuk di Media Sosial', di Jakarta, Kamis (28/3). Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyerukan setiap pihak agar mengantisipasi dan memberantas berita bohong (hoaks) dan ujaran kebencian (hate speech). Dikhawatirkan, semakin dekatnya pelaksanaan Pemilu yang hanya tinggal 20 hari lagi, akan membuat penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian di berbagai platform media sosial akan semakin massif dan agresif.

"Berita bohong dan ujaran kebencian adalah teror bagi demokrasi. Tidak hanya di Indonesia, berbagai negara juga sedang menghadapi hal serupa. Agar bisa keluar dari serangan berita bohong dan ujaran kebencian, bangsa Indonesia harus meningkatkan literasi digital. Jangan mudah mempercayai sebuah informasi yang diterima, apalagi yang dibumbui dengan kata-kata bombastis yang disajikan tanpa fakta dan data," ujar Bamsoet saat menjadi Keynote Speaker 'Melawan Hoax untuk Menciptakan Suasana Pemilu 2019 yang Aman, Damai dan Sejuk di Media Sosial', di Jakarta, Kamis (28/3).

Turut hadir menjadi pembicara antara lain Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal, Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Prof. Mahfud MD dan Pakar Ilmu Komunikasi Effendi Ghazali.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menjelaskan, berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2017 saja, penggunaan internet di Indonesia sudah mencapai 50 persen dari jumlah penduduk di Indonesia, atau tepatnya berjumlah 143,26 juta jiwa. Tidak heran jika hasil Survei Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) tahun 2017 menyebutkan bahwa 92,40 persen saluran penyebaran berita bohong dilakukan menggunakan media sosial, dengan 91,8 persennya adalah jenis hoax yang berhubungan dengan sosial politik.

"Besarnya penetrasi internet terhadap rakyat Indonesia, ternyata malah disalahgunakan oleh orang-orang yang ingin meraih kekuasaan dengan cara-cara yang merusak. Menyebarkan hoax sama saja dengan menyulut api kebencian dan membuka jurang perpecahan bangsa. Tindakan seperti ini harus kita lawan bersama," tegas Bamsoet.

Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen ini menerangkan, di bidang sosial politik, penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian sering kali digunakan sebagai black campaign untuk menyerang kandidat peserta Pemilu. Dari 10 hoax yang beredar, 7 diantaranya terkait dengan Pemilu 2019.

"Kita masih ingat bagaimana hebohnya hoaks 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos, pendatang Cina diberi arahan KPU untuk mencoblos di TPS, jika menang Jokowi akan ganti KH Ma'ruf Amin dengan Ahok, larangan adzan dan pemakaian jilbab, serta berbagai kehebohan hoax lainnya. Informasi sesat seperti ini hanya bisa dibuat oleh orang-orang yang tidak punya nurani," tandas Bamsoet.

Karena itu, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini meminta semua komponen bangsa harus mampu mengambil peran untuk memberantas berita bohong dan ujaran kebencian. Jika dibiarkan, berita bohong dan ujaran kebencian akan menjadi wabah yang merusak persatuan dan kesatuan bangsa, serta menghambat jalannya proses pembangunan.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyerukan setiap pihak agar mengantisipasi dan memberantas berita bohong (hoaks) dan ujaran kebencian (hate speech).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News