Cegah Terorisme, Negara Harus Fasilitasi Hak Dasar Anak
Anak terpapar ajaran radikalisme terorisme bisa jadi dari orang tua, lingkungan, warnet, dan media digital.
Untuk dua jenis itu, lanjut Asrorun, harus dilakukan langkah-langkah preventif dan sinkronisasi.
Di satu sisi, komitmen pemberantasan tindak pidana terorisme ini pendekatan penghukuman dengan penindakan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme, termasuk anak-anak.
Namun, dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menegaskan kualifikasi kedua tentang potensi anak masuk dalam jaringan tindak pidana terorisme itu masuk kategori korban dengan pendekatan berbeda dalam.
Di situ juga ditegaskan bahwa harus dilakukan pendekatan keadilan restoratif (memulihkan).
"Anak yang diduga tindak pidana terorisme, harus ditangani secara tidak keras, tapi dengan pemulihan. Jika memungkinan pendekatan yang bermuara pada pemulihan anak, bukan penghukuman sebagai wujud pembalasan," imbuh Asrorun.
Untuk mewujudkan perlindungan anak itu, ujar Asrorun, langkah pertama adalah penguatan ketahanan ketahanan keluarga.
Sebab, di situ anak tersemai hal baik atau buruk yang berpotensi untuk meningkatkan harkat martabat anak atau justru merendahkan anak.
Serangan terorisme, baik dalam bentu propaganda maupun aksi tidak hanya menyasar kaum remaja maupun dewasa, tapi juga anak-anak kecil.
- BNPT Serahkan Sertifikat Penerapan Standar Minimum Pengamanan untuk 18 Pengelola Objek Vital
- Kak Seto Dukung KPAI Serukan Blokir Gim Daring yang Membahayakan Anak-Anak
- KPAI Dorong Pemerintah Blokir Gim Tidak Sesuai Aturan
- Indonesia Jalin Program Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa
- Kepala BNPT: Tingkatkan Kualitas Asesmen Sistem Pengamanan Jelang World Water Forum
- Kepala BNPT Ingatkan Waspadai Perkembangan Ideologi Terorisme dari Akarnya