Cegah TPPO Online Scamming, Generasi Muda Harus Teliti Memilah Loker di Luar Negeri

Cegah TPPO Online Scamming, Generasi Muda Harus Teliti Memilah Loker di Luar Negeri
Ilustrasi foto korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Foto: Ricardo/JPNN com

Korban dipekerjakan untuk menjadi penipu, salah satunya love scam yang mendekati target dengan pendekatan romantis dan diajak untuk investasi bodong atau mengirimkan sejumlah uang.

“Begitu tiba di perusahaan online scam center, mereka akan dipaksa membuat akun-akun media sosial palsu dan kemudian diberikan daftar target korban dan jumlah target yang harus dicapai dalam satu bulan. Rata-rata targetnya sekitar Rp 60 juta dan ketika tidak mencapai target akan ada sanksi seperti penyiksaan verbal, fisik, atau ancaman akan dijual ke perusahaan scam yang lain,” tambah Judha.

Permasalahan TPPO yang terjadi saat ini tidak hanya menyasar kelompok rentan seperti perempuan dan anak.

Lewat modus online scamming, praktik TPPO kini menyasar korban yang melek teknologi dan tergolong dalam usia produktif. Profil korban yang dituju umumnya berusia muda yakni 18–35 tahun.

“Korban biasanya berasal dari usia muda, berpendidikan, bahkan kami pernah mencatat korban dengan gelar master (pascasarjana), dan yang umumnya akrab dengan berbagai teknologi digital,” tegas Judha.

Kepala Subdirektorat V/Siber, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Asep Suherman, turut sepakat terkait profil korban TPPO saat ini.

Korban tidak lagi berasal dari golongan prasejahtera dan tidak berpendidikan, namun kini bergeser ke kelompok berpendidikan yang hampir setiap saat terpapar teknologi.

“Selain lewat media sosial, perekrutan online scamming juga dapat terjadi lewat kerabat, teman, atau kenalan. Karena korban yang sudah terjerat akan diancam, didenda, atau diiming-imingi komisi untuk merekrut pekerja lain,” jelas Asep.

Para mahasiswa diimbau agar lebih paham soal praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News