Cerita Sedih Mahasiswa Indonesia Kuliah di Taiwan

Cerita Sedih Mahasiswa Indonesia Kuliah di Taiwan
Ilustrasi mahasiswa wisuda. Foto: AFP

Tiga di antara mereka harus menjalani pengobatan enam bulan. Sisanya menjalani pengobatan selama tiga bulan.

Sulung tiga bersaudara itu menyatakan datang ke Taiwan September 2017. Sebelumnya, ada orang agensi atau yayasan yang mempromosikan program tersebut ke sekolahnya. Khalif adalah lulusan sebuah SMK di Kabupaten Bekasi.

Awalnya, dia dijanjikan mendapat beasiswa saat menjalani kuliah. Tetapi, ternyata tidak. ’’Biaya keberangkatan Rp 15 juta. Tapi, saya bayar Rp 7,5 juta,’’ katanya. Sisanya dibayarkan dengan model potong gaji kegiatan magang di perusahaan.

Di kampus yang berada di Taiwan bagian selatan itu, Khalif mengambil jurusan teknik informatika. Tetapi, saat magang, dia bekerja di pabrik pengolahan aluminium. Sehari-hari dia bersentuhan dengan oven bersuhu 500 derajat sebagai operator.

Dia hanya bertahan di pabrik aluminium itu selama tiga bulan. ’’Saya minta pindah. Karena tidak masuk akal,’’ tuturnya.

Tidak masuk akal karena dia mengambil jurusan teknik informatika, tetapi malah dipekerjakan sebagai operator oven pabrik aluminium. Dia mengungkapkan, ada beberapa rekannya yang akan menyusul keluar dari program IAC.

Gelombang keluar dari IAC tidak hanya terjadi di kampus Chia Nan University of Pharmacy and Science. Tetapi juga ada di kampus Hsing Wu University. Seorang mahasiswi program IAC di kampus tersebut mengungkapkan alasan mundur karena program kuliah tidak jelas.

Di antaranya dengan sistem pembagian SKS untuk kegiatan kuliah di kampus dan magang. Dia khawatir sudah kuliah dan magang bertahun-tahun, tapi ujungnya ijazahnya tidak bisa diakreditasi di Indonesia.

Sejumlah fakta baru terungkap di balik isu mahasiswa Indonesia menjalani kerja paksa di Taiwan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News