Cerita si Cantik Berhijab Menjalani Puasa 18 Jam di Jerman

Cerita si Cantik Berhijab Menjalani Puasa 18 Jam di Jerman
Berlian Marsielle Noto Prawiro. Foto: Ist for Kaltim Post/JPNN.com

Pada siang hari, cuaca bisa sangat cerah dan panas sekali dan tiba-tiba petir datang menyambar menunjukkan bahwa hujan akan segera turun. Alhamdulillah, hujan yang penuh berkah datang untuk menyegarkan udara. Intinya ikhlas dan dinikmati saja. 

Oh iya, udara di sini sangat berbeda dengan di Samarinda loh. Biasanya di Indonesia, kita dimanjakan dengan udara panas-tropis yang membuat gampang berkeringat. Nah, beda banget dengan di Jerman. Di Dresden, udaranya lebih kering dan kadang tidak ada angin sama sekali. Udaranya lebih sumpek dan gerah dibandingkan dengan di Tanah Air.

IBADAH DI JERMAN

Alhamdulillah, para ulama di Eropa mengeluarkan fatwa tentang memperbolehkan para muslim dan muslimah untuk menggabungkan salat Magrib dan Isya. Ini dilakukan karena kedua waktu tersebut sangat dekat dengan waktu salat Tarawih. Azan magrib rata-rata dikumandangkan pukul 21.30 dan azan isya normalnya pukul 22.30. Nah bayangin dong, jam berapa salat Tarawih kalau salat Isya saja mulainya pukul 22.30. Mungkin bisa selesai setelah pukul 23.00. Belum lagi jarak asrama dan masjid yang membutuhkan waktu kisaran 30 menit perjalanan, bisa-bisa pulang jam 00.00.

Itulah salah satu alasan adanya fatwa tentang menggabungkan waktu salat. Tentunya juga didukung dengan dalil lainnya. Di Dresden ada masjid bernama Marwa El-Sherbini. Seperti umumnya masjid di Jerman, di sini juga biasa memberikan menu buka puasa untuk semua orang yang datang. Biasanya aku juga datang ke masjid ini untuk berbuka puasa. 

Biasanya disediakan kurma, air putih, susu, dan menu utama ala restoran Arab. Setelah berbuka puasa, jamaah memulai salat Magrib, Isya dan Tarawih secara berurutan atau secara maraton dari pukul 22.30 sampai 23.30. Kalau di rumah, menu buka puasaku sederhana banget. Maklum indekos, yang biasanya hanya masak sendiri. Kalau jajan di luar ‘kan mahal dan belum tentu terjamin kehalalannya. 

Sahurku juga dengan menu seadanya. Biasanya aku mulai makan pukul 02.00. Lalu, dilanjutkan untuk beribadah malam hari dan menunggu hingga azan subuh. Setelah azan, dilanjutkan tidur sampai pukul 08.00 dan siap-siap untuk memulai aktivitas di kampus seperti biasa. Jadwal kampus memang tidak mengalami perubahan. 

Tentu saja karena Jerman bukan negara yang mayoritas penduduknya muslim. Tapi, hal itu tidak menghalangi kaum muslim untuk menjalankan ibadah di bulan suci. Bahkan karena sudah terbiasa dengan rutinitas kegiatan ini, justru membuat lupa bahwa aku sedang berpuasa. Dan tiba-tiba sudah waktunya azan magrib deh.

BERLIAN Marsielle Noto Prawiro sedang menempuh kuliah di Jeramn. Gadis cantik asal Kalimantan Timur itu cerita mengenai puasa di negara yang mayoritas

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News