Demokrasi Berbulu Domba dan Para Diktator Zaman Now

Demokrasi Berbulu Domba dan Para Diktator Zaman Now
Robert Mugabe, Aleksandr Lukashenko, Hun Sen. Foto: AP/Reuters

Sebab, MA membubarkan partai oposisi utama, Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP). Otomatis Hun Sen dan partainya tak akan mendapat lawan berarti tahun depan.

”Demokrasi mati di Kamboja,” keluh seorang aktivis.

Jejak kediktatoran itu juga masih tersisa di Eropa. Aleksandr Lukashenko telah memimpin Belarus sejak lepas dari Uni Soviet pada 1994 sampai sekarang. Oh, maaf, mungkin sampai meninggal.

”Selain kudeta militer, transisi menuju negara diktator juga bisa lewat pemilu yang cacat,” tulis analis politik Chris Maxon di City Press.

Ya, seperti Mugabe, orang-orang seperti Lukashenko, Hun Sen, dan Al Bashir juga melanggengkan kekuasaan melalui pemilu. Di situlah ironinya. Berkilah bukan diktator karena dipilih lewat pemilu. Tapi, melanggengkan kekuasaan sehari-hari dengan praktik-praktik jahanam.

Mulai pembungkaman kebebasan berekspresi, dibubarkannya kekuatan oposisi, bahkan sampai pembunuhan masal.

Presiden Guinea Khatulistiwa Teodoro Obiang Nguema Mbasogo misalnya. Dia memimpin negaranya dengan tangan besi sejak 1979. Ribuan warganya yang dianggap penentang telah jadi korban.

Bahkan, ada kabar bahwa dia kanibal. Doyan makan daging manusia. Khususnya manusia-manusia yang berseberangan ideologi politik dengannya.

Robert Mugabe bukan satu-satunya diktator yang lupa berdiri dari kursi kekuasaan di zaman now ini

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News