Di Bawah Bayang-Bayang Krisis Migas

Di Bawah Bayang-Bayang Krisis Migas
Ilustrasi kelangkaan migas. Dok SKK Migas

Mengapa kondisi ini bisa terjadi? Hasil survei indeks persepsi oleh Fraser Institute, organisasi riset independen internasional, menunjukkan iklim investasi migas Indonesia menduduki peringkat ke 79 di dunia. Posisi ini menempatkan Indonesia di peringkat terbawah dari negara-negara di Asia Tenggara. Malaysia berada di posisi ke 41, sedangkan Kamboja di peringkat 72. Penilaian tersebut berdasarkan tingginya pajak bagi pelaku industri hulu migas, beban kewajiban dan ketidakpastian regulasi, serta stabilitas politik dan keamanan.

Penurunan harga minyak dunia yang terjadi tiga tahun terakhir semakin menekan industri hulu migas di tanah air. Pada Juni 2014, harga minyak masih bertengger di angka US$112 per barel. Status per Juni 2017, harga minyak berada dikisaran US$48 per barel. Banyak investor migas menurunkan aktifitas eksplorasi di banyak negara, termasuk di Indonesia. Perusahaan migas melakukan hal itu untuk menekan pengeluaran dan menghindari kerugian.

Bila keadaan tersebut terus berlanjut dan tidak ada perbaikan iklim investasi di Indonesia, bukan tidak mungkin investor semakin enggan menanamkan modalnya di dalam negeri. Bahkan, investor yang sudah ada bisa saja hengkang dari Tanah Air. Hal ini akan berdampak langsung bagi ketahanan energi nasional.  (JPNN)

Di Bawah Bayang-Bayang Krisis Migas


Produksi minyak bumi di Indonesia tahun 2017 berkisar 800 ribu barel per hari. Jauh dari kebutuhan dalam negeri yang sebesar 1,6 juta barel per hari.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News