Djoko Priyanto, Pelestari Bela Diri Pedang Asli Jepang di Indonesia

Tiap Pagi Ayunkan Pedang 100 Kali, Tak Kenal Istilah Menguasai

Djoko Priyanto, Pelestari Bela Diri Pedang Asli Jepang di Indonesia
Djoko Priyanto, Pelestari Bela Diri Pedang Asli Jepang di Indonesia

Djoko baru dua tahun terakhir pulang ke Indonesia. Sebelumnya, sejak 2000 hingga 2011 dia tinggal di Jepang. Sebelas tahun dia mendalami ilmu pedang dari Higuchi Masami, ketua Dewan Guru Fukuoka Kendo Renmei (Markas Besar Federasi Kendo Provinsi Fukuoka, Jepang) yang levelnyadan 7.

Level Djoko saat ini dan 4. September mendatang dia menjalani ujian untuk level dan 5. ”Level paling tinggi iaido adalah dan 8 dan saya tidak mungkin mencapainya,” lanjut suami Yoshiko Nagata itu. Dan 8 adalah level mahaguru. Di Jepang sendiri, sangat sedikit yang mampu mencapai level tersebut. Pemegang dan 8 pun rata-rata sudah sangat sepuh.

Di Negeri Sakura, Djoko mempelajari sejumlah bela diri klasik. Beberapa di antaranya iaido (ilmu pedang), jodo (ilmu tongkat), kyudo (ilmu memanah), dan aikido (seni bertarung). Djoko sendiri sejak kecil menggemari bela diri. Jenis bela diri pertamanya adalah karate klasik Okinawa, yakni karate yang menggunakan senjata. Total, dia sudah mendalami bela diri Jepang selama 30 tahun.

Saat ini Djoko sudah memiliki lisensi resmi untuk melatih. Pesan dari Higuchi, sebagai pelatih, Djoko tidak boleh bersantai-santai. Dia harus tetap berlatih tiga kali lebih keras daripada yang diajarkannya kepada murid-muridnya. Setiap hari dia harus melakukan shuburi (mengayun pedang dari atas ke depan)minimal seratus kali. Juga harus tetap melakukan meditasi dan melatih kemampuan lain.

Djoko memiliki 22 murid dari berbagai kota di Indonesia. Sebagian muridnya merupakan kalangan eksekutif muda. ”Terus terang, saya mematok biaya mahal agar jumlah murid terbatas, hanya mereka yang sungguh-sungguh ingin belajar,” ujarnya tanpa menyebut biaya yang dia patok kepada murid-muridnya.

Dia menuturkan, biaya mahal tersebut murni digunakan untuk pengembangan iaido. Misalnya sebagai biaya Djoko pergi ke Jepang untuk ujian dan belajar iaido. Tidak sepeser pun dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan dapur. ”Istri saya bilang, urusan dapur menjadi tanggung jawab dia. Saya tidak boleh pakai uang dari mengajar iaido,” ujarnya.

Djoko menyatakan, dirinya hanya punya satu tujuan dalam mengembangkan iaido di Indonesia. Yakni, mengembalikan kemurnian seni bela diri klasik Jepang. Saat ini para sesepuh bela diri Jepang sedang berduka. Mereka menyaksikan seni bela diri Jepang dikembangkan di seluruh dunia tanpa memperhatikan etika.

Padahal, etika dan tata karma merupakan hal utama dalam seni bela diri Jepang. Djoko lalu menunjuk alas kaki yang berjajar di teras dojo. Cara menaruh dan posisi alas kaki itu merupakan bentuk tata karma. Ada pula guru atau murid iaido yang memperlakukan pedang seenaknya. Misalnya menjadikan pedang sebagai tongkat tumpuan saat berdiri santai. Aturannya, dalam kondisi berdiri, pedang harus tetap di pinggang kiri. Jika duduk, pedang ditaruh perlahan di samping badan.

KUNCI ilmu pedang adalah kesabaran. Hal itulah yang ditekankan sejak awal oleh Djoko Priyanto kepada murid-muridnya. Latihan kesabaran tersebut

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News