DJP Diduga Punya Pasal Favorit untuk Menekan Wajib Pajak  

DJP Diduga Punya Pasal Favorit untuk Menekan Wajib Pajak  
Sidang gugatan PT Arion Indonesia dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada Kamis (24/4). Foto: source for jpnn/c,nn

jpnn.com, JAKARTA - Sidang gugatan antara PT Arion Indonesia dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperlihatkan ketegangan terkait kepatuhan hukum dalam proses pemeriksaan pajak.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Pajak Jakarta, Kamis (24/4), saksi ahli menilai Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Timur III punya pasal favorit untuk menekan wajib pajak.

Pada persidangan sebelumnya, Kanwil DJP Jatim III menyatakan bahwa tim pemeriksa DJP boleh melanggar aturan tata cara pemeriksaan karena tidak ada sanksi yang mengikat dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Hal ini menjadi perdebatan dalam sidang gugatan Arion Indonesia terhadap DJP. Pihak penggugat menuding DJP melakukan penyelewengan wewenang dan melanggar prosedur yang berlaku.

Dr. Alessandro Rey Nearson, ahli hukum pajak yang dihadirkan sebagai saksi oleh PT Arion Indonesia, menegaskan bahwa penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh DJP diduga dilakukan dengan memilih pasal favorit dalam UU KUP.

Menurut Rey, DJP hanya merujuk pada Pasal 36 ayat 1 huruf d UU KUP yang memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk membatalkan SKP jika terdapat ketidaksesuaian dalam penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) sesuai batas waktu.

Rey menyoroti penggunaan frasa "dapat" dalam Pasal 36 ayat 1 huruf d UU KUP, yang menurutnya menunjukkan bahwa pembatalan SKP tidak diwajibkan oleh hukum.

Hal ini mencerminkan ketidaktepatan DJP dalam mematuhi prinsip hukum acara pemeriksaan pajak, di mana proses pengujian pemeriksaan harus dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur.

Saksi ahli menilai DJP memiliki pasal favorit untuk menekan wajib pajak. Simak selengkapnya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News