DPR dan Pemerintah Sepakati RUU KUHP untuk Disahkan

DPR dan Pemerintah Sepakati RUU KUHP untuk Disahkan
Penandatanganan persetujuan RUU KUHP oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly (tengah) di Senayan Jakarta. Foto : ANTARA/Abdu Faisal

Dia menuturkan beberapa isu krusial yang berkembang dalam pembahasan RUU KUHP antara lain penerapan asas legalitas pasif.

Berdasar asas tersebut hukum positif yang tertulis maupun tidak dapat diterapkan di Indonesia supaya tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta asas-asas hukum lainnya.

"Kedua, perluasan pertanggungjawaban pidana yaitu korporasi. Kini bisa menjadi subjek hukum pidana sehingga bisa dimintai pertanggungjawaban hukum," jelasnya.

Ketiga, ujar dia, penerapan doktrin ultimum remedium. Menurut dia, sistem pemidanaan diatur dan dilaksanakan berdasarkan pada ultimum remedium dengan tujuan pemidanaan tidak menderitakan tetapi memasyarakatkan dan pembinaan.

Tindak pidana diatur secara khusus dengan membedakan sistem pemidanaan dan tindakan. "Sistem pemidanaan untuk orang dewasa dan jenis-jenis pemidanaan juga diperluas sehingga tidak berorientasi pada pidana penjara," ungkapnya.

Keempat soal pidana mati. Dia menuturkan pidana mati merupakan pidana yang sifatnya khusus yang selalu diancam secara alternatif.

Dia menambahkan alternatif harus diancamkan dengan pidana seumur hidup atau paling lama 20 tahun. Selain itu harus diatur dengan syarat-syarat atau kriteria khusus dalam penjatuhan pidana mati," jelasnya.

Kelima, jelas dia, RUU KUHP merupakan bagian dari rekodifikasi dan pengaturan-pengaturan terhadap berbagai jenis tindak pidana yang telah ada di KUHP dan UU terkait lainnya. "RUU KUHP telah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat modern," jelasnya.

RUU KUHP dibahas sejak 29 Oktober 2016 sampai dengan 15 September 2019 yang isinya terdiri dari 2 buku dan 629 pasal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News