Ekonom Ungkap Amunisi untuk Mempertahankan Rupiah

Ekonom Ungkap Amunisi untuk Mempertahankan Rupiah
Terjadi pelemahan rupiah akibat tensi geopolitik di Timur Tengah yang meningkat dan sentimen arah suku bunga acuan global. Foto: dok Antara

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Josua Pardede menilai cadangan devisa Indonesia masih relatif tinggi.

Hal itu membuat Bank Indonesia masih bisa akan masuk dan melakukan intervensi ke pasar valas yang menjadi salah satu satu amunisi dalam menahan laju pelemahan rupiah.

Seperti diketahui, terjadi pelemahan rupiah akibat tensi geopolitik di Timur Tengah yang meningkat dan sentimen arah suku bunga acuan global.

Di sisi lain, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2024 tetap terkendali, yakni sebesar USD 407,3 miliar.

"Untuk menahan pelemahan rupiah lebih lanjut, sebenarnya Bank Indonesia masih mempunyai amunisi yang cukup banyak atau kuat ditopang oleh cadangan devisa yang masih terbilang relatif tinggi," kata Josua dikutip Selasa (23/4).

Adapun posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2024 tetap tinggi sebesar USD 140,4 miliar.

Cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Kepala ekonom Bank Permata itu menilai berbekal posisi cadangan devisa Indonesia mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Meski demikian, ketidakpastian di pasar keuangan global saat ini masih sangat tinggi dan dapat dengan cepat berubah drastis sehingga kondisi geopolitik dan antisipasi rilis beberapa data di Amerika Serikat (AS) menjadi sangat penting sampai dengan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 23-24 April 2024.

Jika kondisi global tidak mendukung, dan permintaan safe haven terus meningkat sehingga terjadi risk off yang berujung pada pelemahan rupiah terus menerus meski Bank Indonesia sudah melakukan intervensi, maka memang ada ruang Bank Indonesia melakukan kenaikan suku bunga acuan BI-Rate.

Josua menuturkan menaikkan BI-Rate merupakan opsi terakhir BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Saat ini rupiah sudah melemah sekitar 5 persen year to date (ytd).

"Terakhir kali BI menaikkan BI-Rate atau pada Oktober 2023, rupiah secara tren terus melemah sampai dengan 7,65 persen," ujarnya.

Josua memandang bahwa BI masih berpeluang mempertahankan BI-Rate pada level enam persen pada RDG April ini.

Sebab, selain karena pelemahan rupiah saat ini akibat tekanan geopolitik Timur Tengah yang meningkat dan data-data indikator ekonomi AS yang masih solid sehingga ruang pemotongan suku bunga global bergeser ke September 2024.(antara/jpnn)

Terjadi pelemahan rupiah akibat tensi geopolitik di Timur Tengah yang meningkat dan sentimen arah suku bunga acuan global.


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News