El Mesaharaty, Tradisi Membangunkan Sahur di Turki dan Arab

El Mesaharaty, Tradisi Membangunkan Sahur di Turki dan Arab
El Mesaharaty. Foto: Emirates247

Tradisi membangunkan sahur tak hanya ada di Indonesia. Negara-negara di Timur Tengah juga memilikinya. Mereka membentuk tim yang diberi nama El Mesaharaty. Seperti di Indonesia, mereka juga berkeliling di jalanan agar semua orang tidak telat makan sahur.

Tim ini, sudah berkeliling dan menabuh drum saat jalanan Istanbul, Turki, masih sepi demi membangun warga yang akan sahur. Di Istanbul sendiri, budaya kuno El Mesaharaty masih lestari. Tahun ini ada lebih dari 2 ribu penabuh drum yang bertugas selama bulan puasa.

Mereka tidak memakai baju biasa. Tapi mengenakan baju tradisional Ottoman yang memiliki rompi bersulam benang emas.

 "Penabuh genderang saat (sahur) bulan Ramadan sudah ada sejak zaman Ottoman," ujar Ali Buldu, 55, salah seorang penabuh genderang.

Buldu sendiri telah menjadi El Mesaharaty di Istanbul sejak umur 20 tahunan. Nenek moyangnya dulu juga seorang penabuh drum. Buldu ingin anaknya nanti juga mengikuti jejaknya. Biasanya dia minum teh manis dulu sebelum berkeliling untuk membangunkan orang sahur.

El Mesaharaty di Istanbul tidak diorganisasi pemerintah kota. Di luar bulan Ramadan mereka biasanya tampil di festival serta acara-acara pernikahan. Dari acara-acara tersebut mereka mendapat penghasilan. Selama Ramadan tip buat para El Mesaharaty itu bergantung pada kemurahan hati orang-orang yang kerap memberi uang.

"Selama Ramadan kami tidak memiliki pekerjaan karena tidak ada yang mengadakan pernikahan. Kami biasanya mendapat tip dari orang-orang yang ingin memberi," tambah Buldu.

Dua kali dalam sebulan mereka akan mengetuk pintu-pintu rumah penduduk untuk mengumpulkan uang tip itu. Jumlahnya tidak besar karena tidak ada paksaan untuk memberi.

Sebagian besar El Mesaharaty di Istanbul tersebut berusia 40-50-an tahun. Anak-anak yang masih muda enggan ikut.

Mereka lebih memilih mencari pekerjaan lain. Buldu dan beberapa penabuh drum yang sudah pensiun takut tradisi itu lama-lama bakal punah oleh zaman. Karena itulah, sejak lima tahun lalu para penabuh genderang tersebut membuat kartu keanggotaan dan memakai kostum Ottoman tadi.

Tujuannya, ada rasa bangga pada tradisi kuno itu dan bisa menggaet penabuh muda. Hal tersebut ternyata cukup ampuh. Jumlah penabuh drum selama tiga tahun ini naik dari 900 orang menjadi 2 ribu orang.

 "Kami ingin menjaga tradisi lama tetap hidup," ujar administrator penabuh drum di Distrik Bahcelievler Selami Aykut.

Tradisi yang hampir sama masih berlangsung di Tepi Barat, Palestina. Mengenakan topi merah yang agak tinggi dan baju tradisional, mereka berkeliling di jalanan Kota Hebron.

Sekilas hampir serupa seperti di Istanbul, bahkan bajunya pun mirip. Hanya, El Mesaharaty di Palestina ini menambahkan nyanyian. Di sebagian besar negara-negara Islam, tradisi El Mesaharaty memang sudah hampir punah. Tradisi Ramadan tertua itu sudah terganti oleh perangkat modern seperti alarm.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News