Gizi Buruk Tingkatkan Risiko Anak Meninggal Karena Covid-19

Gizi Buruk Tingkatkan Risiko Anak Meninggal Karena Covid-19
Tubagus Rachmat Sentika. Foto: Dok Pri

Namun, Rachmat mengkritisi kurangnya infrastruktur regulasi di Kemenkes dalam upaya penanganan masalah stunting secara menyeluruh.

Meskipun Kemenkes telah menerbitkan aturan tentang Tata Laksana Gangguan Gizi Akibat Penyakit melalui Permenkes 29 tahun 2019, implementasinya belum berjalan dengan baik.

Rachmat menyampaikan kekhawatirannya bahwa anak penderita stunting yang sekarang berjumlah delapan juta anak bisa makin bertambah jumlahnya.

Sebab, ada anak gizi buruk, gizi kurang, dan gagal tumbuh yang terhambat dalam mendapatkan PKMK sesuai dengan permenkes 29/2019 lantaran beberapa hal.

Pertama, kurangnya persamaan persepsi  antarpemangku kepentingan. Kedua, tata laksana ini belum diaplikasikan oleh pemerintah pusat dan daerah. Ketiga, sumber daya yang terbatas karena dilakukan pergeseran fokus (refocusing).

“Kemenkes harus memastikan lokasi keberadaan anak dengan gizi buruk dan kurang akibat penyakit, memastikan ketersediaan PKMK, serta semua petugas kesehatan memahami sinergitas antara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), serta sistem rujukan terintegrasi dan dari sisi pembiayaannya,” tegas Rachmat.

Penelitian intervensi yang dilakukan oleh Profesor Damayanti dari RSCM di Kabupaten Pandeglang pada 2018 menunjukkan bahwa anak-anak dengan gizi buruk atau kurang naik secara signifikan setelah diberikan PKMK dalam dua bulan.

PKMK yang diberikan berupa minuman dengan kalori 100 dan 150. Nutrisinya berisi elementeri diet berupa asam amino, glukosa, asam lemak dan mikronutrien yang secara evidence base sangat cocok untuk anak-anak di bawah dua tahun yang mengalami gangguan gizi.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta tidak mengabaikan masalah gizi anak Indonesia di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News