Hampir Dua Ribu Orang Tak Punya SKTS di Surabaya

Hampir Dua Ribu Orang Tak Punya SKTS di Surabaya
Operasi yustisi. Foto: Jawa Pos/JPG

jpnn.com - SURABAYA—Saat ini tercatat di Surabaya, jumlah penduduk musiman mencapai 31.851 orang. Sekitar tujuh persen atau 2.227 orang di antaranya tidak memiliki surat keterangan tinggal sementara (SKTS).

Diprediksi, angka itu bisa meningkat setelah libur Lebaran. Karena itu, sebelum Lebaran, otoritas terkait sudah gencar melakukan operasi yustisi.Terutama sejak penemuan empat terduga teroris awal Juni lalu.

Selama sebulan penuh pada Juni 2016, mereka menggencarkan operasi yustisi. Sasarannya adalah tempat tinggal penduduk musiman. Antara lain, rumah kos, apartemen, dan rusun.

Waktu pelaksanaan operasi yustisi dipilih secara random. Wilayahnya merata di 31 kecamatan. Operasi itu melibatkan satuan polisi pamong praja (satpol PP), dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dispendukcapil), serta jajaran kecamatan dan kelurahan setempat.

Hasilnya, hampir seratus orang ditemukan tidak memiliki SKTS. Jumlah tersebut naik 3-4 persen setiap tahun. Bagi yang tidak memiliki SKTS, pemkot langsung menyita kartu tanda penduduk (KTP) mereka.

Kepala Dispendukcapil Kota Surabaya Suharto Wardoyo menjelaskan, penduduk musiman wajib memiliki SKTS. Selama SKTS belum diterbitkan, KTP warga luar Surabaya ditahan sementara di kantor kelurahan terdekat.

Dia melanjutkan, warga tersebut pasti merasa rugi sendiri apabila tidak memiliki KTP. ''Mereka tidak bisa mengurus apa-apa. Jadi, harus punya SKTS dulu," jelasnya.

Menurut dia, momen setelah Lebaran sangat krusial untuk melakukan operasi yustisi. Saat itu, sering kali pemudik membawa serta keluarganya balik ke Surabaya. Dengan begitu, dipastikan jumlah penduduk semakin membeludak.

Selain banyaknya warga luar Surabaya yang belum mengantongi SKTS, operasi yustisi selama Juni menemukan dua pekerja seks komersial (PSK). Dua PSK itu diciduk saat beroperasi di eks lokalisasi Dolly.

Kepala Satpol PP Irvan Widyanto menjelaskan, dua PSK yang diciduk itu merupakan warga luar Kota Surabaya. Lebih parahnya, mereka memiliki SKTS. Hal tersebut menjadi tamparan keras bagi pemkot yang selalu membanggakan keberhasilan penutupan Dolly. Menurut Irvan, pemkot telah kecolongan saat melakukan pendataan.

''SKTS seharusnya tidak diberikan asal-asalan," jelasnya.

Sebab, salah satu syarat bagi pendatang untuk mendapatkan SKTS adalah memiliki pekerjaan yang jelas. Selain itu, pemilik rumah yang ditempati kaum urban harus menjadi penjamin.

Suharto mengungkapkan, pendatang yang tidak memiliki pekerjaan jelas tentu menjadi beban bagi Surabaya. Dengan demikian, operasi yustisi sangat penting untuk mencegah hal-hal semacam itu. Yustisi juga harus bisa menghasilkan data kependudukan sejelas-jelasnya.

''Ini sebagai fungsi controlling karena tren urbanisasi naik terus," ungkap mantan kepala bagian pemerintahan Surabaya tersebut.

Tren kenaikan penduduk musiman juga bisa dilihat dari pertumbuhan jumlah kos-kosan dan rumah sewa.

Rumah sewa maupun kos biasanya ditemui di daerah-daerah sekitar perguruan tinggi, kawasan perkantoran, maupun industri. Contohnya di Kecamatan Gubeng, Wonocolo, Rungkut, dan Keputih.

Di Kecamatan Wonocolo, misalnya. Warga terlihat berlomba-lomba merenovasi rumahnya menjadi dua lantai atau lebih. Lantai atas dibuat berkamar-kamar untuk disewakan sebagai kamar kos.

 Satu rumah bahkan sampai memiliki 5 hingga 10 kamar kos dengan luas yang beragam. Bahkan, tidak sedikit warga yang merombak total rumahnya untuk disewakan, sedangkan keluarganya pindah ke wilayah Sidoarjo atau Gresik.  (bri/sal/tau/c7/fat/flo/jpnn)

SURABAYA—Saat ini tercatat di Surabaya, jumlah penduduk musiman mencapai 31.851 orang. Sekitar tujuh persen atau 2.227 orang di antaranya tidak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News