Harapkan Kenaikan BBM Subsidi Tak Rugikan Rakyat

Harapkan Kenaikan BBM Subsidi Tak Rugikan Rakyat
Ketua GP Ansor, Nusron Wahid (baju putih) dan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara (berbatik) dalam diskusi bertema "Kenaikan BBM: Dilema Defisit Transaksi dan Inflasi" di Kantor GP Ansor, Jakarta, Jumat (19/8). Foto: GP Ansor for JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Nusron Wahid menyatakan bahwa haram hukumnya bagi pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bila ternyata hanya merugikan rakyat. Namun sebaliknya, bila kenaikan harga BBM itu ditujukan untuk efisiensi, maka hal itu halal untuk dilakukan.

Hal itu disampaikan Nusron dalam diskusi bertema "Kenaikan BBM: Dilema Defisit Transaksi dan Inflasi" di Kantor GP Ansor, Jakarta, Jumat (19/8). “Kalau ternyata merugikan masayarak bisa saja dinilai haram. Tapi jika  tujuannya mencegah konsumsi besar-besaran, mubazir atau berlebihan mengeksploitasi alam, kenaikan BBM bisa dinilai halal,” katanya.

Calon legislatif (caleg) terpilih untuk kursi DPR RI dari Partai Golkar itu menambahkan, persoalan subsidi BBM memang harus ditimbang betul manfaat dan mudaratnya. Namun, lanjut Nusron, hal yang harus dicermati adalah tujuan kenaikan harga BBM. “Jadi halal atau haram dinaikkan itu tergantung tujuan,” tandasnya.

Sedangkan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara yang juga tampil sebagai pembicara dalam diskusi itu melontarkan gagasan tentang pemberian subsidi tetap (fixed) bagi BBM merupakan cara ampuh untuk menahan laju inflasi. Dengan skema subsidi tetap, maka harga jual BBM subsidi tergantung pada harga di pasaran internasional. Hanya saja, subsidi setiap liter BBM tidak berubah.

Mirza menjelaskan, melalui mekanisme itu maka andai harga BBM di pasar internasional Rp 11.500, dengan subsidi  tetap Rp 2.500 maka harga jualnya menjadi Rp 9.000. Namun, jika harga minyak dunia naik dan harga internasional menjadi Rp 12.000, maka harga jualnya juga naik menjadi Rp 9.500 per liter.

Mirza menegaskan, Indonesia sebenarnya pernah menerapkan skema itu. “Tapi hanya bertahan 1 tahun-1,5 tahun kemudian dibatalkan dan  kemudian malah memberatkan. Kalau ada subsidi fixed ini sebenarnya inflasi  lebih terkendali daripada di subsidi penuh lantas kemudian dicabut, inflasinya akan parah," tuturnya.

Sedangkan pengusaha Erwin Aksa mengatakan, angka subsidi yang mencapai Rp 400 triliun sebenarnya sudah tidak wajar bagi kalangan bisnis. Sebab, hal itu membuat kapasitas APBN semakin terbatas.

Karenanya Erwin mengharapkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla nanti berani bertindak tegas untuk memangkas subsidi yang selama ini sebenarnya lebih banyak dinikmati kelas menengah. Padahal, harusnya subsidi dinikmati kalangan tidak mampu. “Jadi pemerintahan baru harus berani mengambil  terobosan yaitu naikkan harga BBM," kata CEO Bosowa Group itu.(jpnn)

JAKARTA - Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Nusron Wahid menyatakan bahwa haram hukumnya bagi pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News