Indonesia Berduka, Seniman Legendaris ini Wafat Pagi Tadi

Indonesia Berduka, Seniman Legendaris ini Wafat Pagi Tadi
Almarhum Tedja Suminar. FOTO : bloghurek

Ketertarikan Tedja dalam dunia seni, utamanya melukis dan sketser sudah dimulai sejak tahun 1957 silam. Ketika itu, Tedja muda menginginkan profesi yang sesuai dengan idealismenya yang tinggi. Ayah dua orang anak itu mengaku, bukanlah orang yang bisa bekerja di bawah tekanan orang lain. Sehingga, pilihan hidup sebagai seniman, adalah pilihan yang tepat.

Dalam berkarya, Tedja merupakan sosok yang sangat bertolak belakang dengan kehidupannya sehari-hari. Dingin, serius, tak banyak bicara, hingga menyendiri dia lakukan demi mendapatkan karya yang baik.

Tidak hanya itu, suami dari almarhumah Moentiana tersebut juga merupakan tipe seniman lapangan. Maksudnya, Tedja lebih menyukai berkarya langsung on the spot atau di tempat objek lukisannya berada. Bukan dalam studio, layaknya pelukis masa kini.

Dengan terjun langsung ke lapangan, Tedja mengaku bisa memberikan makna lebih pada goresan-goresan karyanya. Contohnya saja, ketika dia sedang dalam perjalanan mencari inspirasi ke Situbondo belum lama ini. Tedja langsung bergabung dengan komunitas nelayan yang ada di sana. Dengan begitu dia tahu apa yang sedang dihadapi oleh para nelayan itu.

Terjangan ombak, langkanya BBM, hingga tidak menentunya harga jual ikan, merupakan informasi yang dia dapatkan, kemudian diaplikasikan dalam karyanya yang berjudul Melaut. ”Melaut itu sama dengan bertaruh nyawa. Makanya karya ini sebagai wujud rasa hormat saya kepada para nelayan dimana pun berada,” katanya sembari menunjukkan karya yang dimaksud.

Meski on the spot, Tedja tidak membutuhkan waktu lama untuk menghasilkan karya emasnya. Jika sedang mood, satu karya bisa dia hasilkan hanya dalam hitungan menit saja. Tapi, jika pikirannya sedang tidak fokus. Butuh waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari untuk menghasilkan satu karya. ”Saya kadang kembali lagi ke objek karya besok harinya, jika memang belum merasa sreg dengan hasil karya,” katanya.

Semangat Tedja dalam menghasilkan karya patut diacungi jempol. Hingga usianya yang menginjak 76 tahun. Dia tetap setia. Tidak kurang dari 5.000-an karya sudah dia hasilkan sejak kali pertama menggoreskan kuas. ”Paling tidak, dalam satu bulan saya harus menghasilkan karya bermutu. Selain untuk eksistensi. Itu juga melatih memori saya tetap baik,” ujar pria yang kini berdomisili di Gianyar, Bali tersebut.

Selain semangat, independensi Tedja dalam berkarya juga tetap terjaga hingga kini. Misalkan saja, ketika dia mendapat pesanan sketsa dari sebuah pabrik rokok. Tedja memilih menskesta apa yang menurut dia baik. Bukan semata-mata pesanan saja. Hal itu terlihat dari salah satu tulisan tangannya yang dipajang saat digelar pameran tunggalnya di Gedung Merah Putih Balai Pemuda belum lama ini. Memang pesanan dari pabrik rokok, tapi tetap terjaga spontanitas sebuah karya sastra. Begitu tulisnya. ”Total ada 16 karya saya yang di koleksi oleh perusahaan tersebut,” katanya.

Perkembangan dunia seni Indonesia, khususnya sketsa dan lukis tidak bisa dipisahkan dari nama Tedja Suminar. Lebih dari 55 tahun, dengan sangat setia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News