Jelang Nataru, Pemotongan di RPH Menurun

Jelang Nataru, Pemotongan di RPH Menurun
Ilustrasi. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Jelang Natal dan tahun baru, para pedagang, pembeli, jagal, sampai rumah potong hewan (RPH) terkena imbasnya. Harga daging bisa naik. Pemotongan hewan ternak di RPH Surya milik pemkot misalnya, yang belakangan ini turun. Terutama sapi dan babi.

Dalam sehari, RPH biasanya memotong 150 ekor sapi. Saat ini jumlahnya turun menjadi 140 ekor. Jika dilihat dari angkanya, penurunan itu tidak signifikan. "Tapi, sapinya kecil-kecil. Dan banyak sapi betina yang dipotong," kata Dirut RPH Pegirian Teguh Prihandoko.

Pemotongan sapi betina mencuat dua tahun lalu. Jagal-jagal di RPH ketahuan memotong sapi betina produktif yang dilarang undang-undang dan peraturan daerah. Kalau dilanggar terus-menerus, populasi sapi menurun. Jika sudah begitu, kenaikan harga daging sulit ditekan. Ujung-ujungnya impor.

Aparat pemerintah turun tangan kala itu. Aturan ditegakkan lagi. Tapi, pengawasan mengendur. Praktik pemotongan sapi betina produktif masih berjalan hingga kini.

Teguh tidak bisa menyalahkan pengguna jasa RPH. Yakni, jagal yang mencari sendiri sapi-sapi yang bakal mereka potong dari berbagai daerah. Kondisinya saat ini, harga sapi jantan mahal. Keuntungan mereka sedikit jika memotong sapi jantan. Di pasar-pasar ternak yang banyak adalah sapi betina. "Jadi, mereka ini serbasalah," kata dia.

Pria yang aktif di Ikatan Alumni Universitas Airlangga (IKA Unair) itu paham betul mengenai aturan yang melarang pemotongan sapi betina. Namun, kondisi membuatnya tak berkutik.

Teguh juga menampung keluhan dari para jagal babi. Menurut dia, selama ini daging babi selalu dipandang sebelah mata. Namun, untuk memenuhi kebutuhan kota, RPH memotong 90 ekor babi setiap Senin, Rabu, Jumat, dan Sabtu. Permintaannya semakin tinggi menjelang Natal hingga Imlek. "Ini belum Natal dan Imlek, jagalnya sudah mengeluh sulit dapat babi," kata Teguh.

Babi itu dikirim ke Jakarta yang menawar dengan harga tinggi. Diduga, pengirimannya dilakukan secara ilegal. Sebab, perdagangan ternak antarprovinsi punya aturan ketat. Bahkan, seharusnya tidak boleh diperdagangkan antarprovinsi untuk mencegah penularan penyakit.

Untuk daging sapi, Teguh melihat kenaikannya masih bisa dikendalikan. Campur tangan pemerintah lebih besar untuk menstabilkan harga daging sapi. Hingga saat ini harga daging sapi masih berkisar Rp 105 ribu per kilogram. Harga daging babi naik dari Rp 70 ribu menjadi Rp 88 ribu per kilogram. Harga daging ayam yang biasanya Rp 28 ribu kini Rp 32.500 per kilogram.

Anggota Komisi B DRPD Surabaya Achmad Zakaria mengatakan bahwa RPH, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya, serta Dinas Peternakan Jatim harus turun tangan untuk menangani masalah tersebut. Sebab, dalam undang-undang dan perda provinsi, pemotongan sapi betina produktif dilarang. "Ngawur itu namanya kalau pemotongan sapi betina dibiarkan," jelas politikus PKS itu.

Faktanya, hingga kini Surabaya belum memiliki perda tentang perlindungan sapi betina. Setiap kabupaten/kota seharusnya memiliki perda itu. (sal/c6/git)


Untuk daging sapi, Teguh melihat kenaikannya masih bisa dikendalikan. Campur tangan pemerintah lebih besar untuk menstabilkan harga daging sapi


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News