Jika Keluarga "Terlalu Banyak" yang Muslim, Satu Diminta Jadi Nasrani dan Sebaliknya

Jika Keluarga "Terlalu Banyak" yang Muslim, Satu Diminta Jadi Nasrani dan Sebaliknya
Ilustrasi.

Satu tungku tiga batu adalah sebuah konsep yang dianut masyarakat Fakfak. Di Fakfak, ada tujuh petuanan (semacam kerajaan) yang masih diturut masyarakat. Yakni, Petuanan Ati-Ati, Petuanan Fatagar, Petuanan Piq-Piq, Petuanan Arguni, Petuanan Teluk Patipi, Petuanan Wertuer, dan Petuanan Rumbati.

Sistem adat tersebut berkolaborasi dengan tiga agama yang dianut masyarakat. Yakni, Islam, Kristen, serta Katolik. 

Para petuanan itu berkolaborasi dengan sistem agama dengan cara yang khas Papua. Yaitu, jika ada satu marga/petuanan yang anggota keluarganya "terlalu banyak" yang muslim, para tetuanya kemudian menyuruh salah seorang anggota keluarga untuk memeluk Kristen atau Katolik. Begitu pula sebaliknya. Jika terlalu banyak yang Nasrani, sebagian disuruh masuk Islam. 

Sebagaimana yang dimuat dalam Jelajah Semenanjung Raja-Raja edisi 15 Juli lalu, sistem itulah yang membentuk kerukunan umat beragama di Fakfak. "Di Fakfak tidak ada masalah. Aman sudah," tegas Kabes.

Dalam edisi yang sama disebutkan pula, seorang Nasrani Fakfak bahkan mempunyai dua alat masak dan piring. Yang satu untuk sehari-hari dan satu lagi khusus untuk menjamu saudara mereka yang muslim. Hal itu ditujukan untuk melindungi tamu agar tetap menyantap makanan dari piring dan gelas yang tidak pernah dipakai menghidangkan masakan yang tidak halal.

Namun, Kabes menegaskan, yang membuat pusing adalah pemberitaan di media-media. "Kami sempat dengar, katanya ada muslim Jawa yang mau ke sini. Ngapain? Malah hanya memperkeruh suasana. Bisa dianggap tantangan. Biar diselesaikan di sini sudah. Kalau dari luar ikut-ikut, bisa tidak selesai itu dorang pe perkara," tegasnya dengan sedikit dialek Papua. 

Untuk sementara, di Kaimana dan Bintuni, situasi harmonis seperti di Fakfak juga terjadi. Mereka juga menganut ideologi yang sama, yakni satu tungku tiga batu.

Hal yang sama terjadi di Raja Ampat. Meski tidak mengenal prinsip satu tungku tiga batu seperti di Fakfak, masyarakat Raja Ampat mempunyai tingkat kerukunan beragama yang tidak kalah akrab. "Di sini memang biasa jika ada satu keluarga yang campur-campur. Tidak hanya di Raja Ampat, tetapi hampir di semua tempat di Papua," tutur Imam Masjid Agung Waisai Raja Ampat H M. Hanafing.

Konflik berdarah di Tolikara, Papua, membuat kawasan lain berjaga-jaga. Mereka menganggap penyebab konflik itu bukan murni agama. Yang paling dikhawatirkan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News