Kampung-Kampung yang Penduduknya Banyak Menikah Siri (1)

Jadi 'Pelaku', Pak RT Tak Takut Masuk Penjara

Kampung-Kampung yang Penduduknya Banyak Menikah Siri (1)
KONSULTASI : Amir (kiri), yang menikah empat kali tanpa buku nikah, sedang berkonsultasi mengenai pengurusan pembuatan buku nikah kepada Somadi, Kaur Kesra Desa Setupatok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Foto : JUNAEDI/RADAR CIREBON/JPNN
 

Bagi warga desa di sana, menikah adalah ibadah. Yang penting ada niat untuk membangun keluarga sakinah, mawadah, dan warahmah. Itu saja sudah cukup. Karena itu, banyak yang merasa tak perlu lagi akta nikah. Suhendi, 35, warga RT 05/RW 02, mengungkapkan, sejak menikah dengan istrinya, Kuniah, 32, hingga mempunyai tiga anak, dirinya tidak punya buku nikah. Bagi dia, punya atau tidak punya buku nikah tak ada pengaruhnya.

 

"Saya tidak ingat kapan persisnya saya menikah. Yang saya ingat ketika itu bayar penghulunya Rp 60 ribu. Yang menjadi penghulu seorang kiai. Sekarang sudah almarhum," ceritanya. Saat itu, lanjut dia, tidak ada pikiran bahwa menikah itu harus dicatat di catatan sipil. "Yang penting saya menikah dengan sah. Gitu aja," ujarnya enteng.

 

Lain halnya dengan Kaya, sang ketua RT. Sebenarnya saat menikah dirinya ingin dicatat di catatan sipil. "Saya menikah pada 1981 ketika berumur 26 tahun. Saat itu, saya kira langsung dicatat di catatan sipil karena yang menikahkan saya adalah kiai. Ternyata tidak," ungkapnya.

 

Karena tidak mengerti bagaimana harus mengurus persyaratan administrasi setelah menikah, Kaya tak mengurus lagi. "Akhirnya saya biarkan begitu saja sampai sekarang," katanya.

Ada beberapa kampung atau desa yang sebagian besar penduduknya menikah siri hingga bertahun-tahun dan beranak-pinak. Bagaimana kelak jika RUU yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News