Kata Menkeu, Data di Panama Papers Itu...

Kata Menkeu, Data di Panama Papers Itu...
Bambang Brodjonegoro. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku sudah meminta Ditjen Pajak untuk menugaskan unit khusus menganalisa ribuan nama orang Indonesia yang terkuak dalam skandal Panama Papers, sebuah dokumen yang mengungkap kasus pemanfaatan jasa di negara suaka pajak (tax havens).

Kabarnya, dalam dokumen itu, ada 2.961 nama Indonesia.

"Data itu akan kami kaji apakah valid. Kemudian dicek konsistensinya dengan yang data yang kami miliki," ujar Bambang, seperti dikutip dari Jawa Pos, Rabu (6/4).

Menurut Bambang, jika ada ketidaksesuaian dengan pelaporan yang dilakukan selama ini oleh orang-orang yang namanya disebut dalam Panama Papers, maka akan dilakukan penindakan terhadap wajib pajak tersebut. "Makanya saya minta Pak Ken (Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, Red) untuk pelajari data itu," katanya.

Bambang menjelaskan, pemerintah sebenarnya telah memiliki data resmi orang Indonesia yang memiliki rekening di luar negeri dan atau mendirikan perusahaan khusus dengan tujuan tertentu atau Special Purpose Vehicle (SPV) di berbagai negara. Sumber data berasal dari perbankan dan otoritas keuangan negara-negara tersebut. "Data kami dari sumber resmi, bukan dari sumber yang sama (dengan Panama Papers)," tambahnya.

Sedangkan data orang-orang Indonesia yang memiliki SPV dalam Panama Papers tersebut akan digunakan sebagai pelengkap data resmi Ditjen Pajak. Sebab, Bambang mengakui, data yang dimiliki pemerintah saat ini masih terbatas sumbernya dari beberapa negara saja. "Data yang kami miliki, tax havens (negara suaka pajak) adalah di British Virgin Island (BVI), Cook Islands, dan Singapura," katanya.

Bambang menjelaskan, berbagai data itu akan digunakan untuk menelusuri kekayaan orang Indonesia di luar negeri, baik berbentuk uang maupun aset tetap yang belum pernah dilaporkan di dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak.

Nantinya, jika terbukti melakukan penghindaran pajak, pemerintah akan menjatuhkan sanksi dalam bentuk penalti. "Kami punya punya ketentuan, maksimum penalti itu 48 persen," katanya. (dee/wir/bay/dim/owi)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News