Kemenag Sebut Teori Moderasi Beragama Sudah Banyak, Praktiknya?

Kemenag Sebut Teori Moderasi Beragama Sudah Banyak, Praktiknya?
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Dr. H. Suyitno, M.Ag., dalam Diskusi Publik Inovasi Moderasi Beragama yang diselenggarakan Balai Litbang Agama (BLA) Semarang di Yogyakarta, Selasa (21/11). Foto Humas Kemenag

Adapun kategori Sekolah Moderasi juara I, II, dan III berturut-turut adalah Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (Kota Medan, Sumatera Utara), SMAN 1 Kesamben (Kab. Blitar, Jatim), dan SMAN 1 Bambanglipuro (Bantul, D.I. Yogyakarta).

Senada dengan Kepala Badan, Wakil Kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga D.I. Yogyakarta Suhirman mengatakan bahwa esensi lomba moderasi beragama bukanlah kejuaraan yang satu-satunya harus banggakan. Namun, substansinya adalah pelaksanaan moderasi beragama di sekolah.

"Beberapa sekolah telah melaksanakan moderasi beragama melalui berbagai kegiatan, kemudian fasilitas keagamaan, dan peribadatan juga sudah ada. Di Yogyakarta sudah melayani aliran kepercayaan," kata Suherman.

Dalam diskusi publik inovasi moderasi beragama ini mengemuka wacana dari para ahli terkait moderasi beragama sebagai siklus pembiasaan yang tidak sekali jadi.

Prof. I Nyoman Yoga Segara dari UHN IGB Sugriwa Denpasar mengatakan moderasi beragama ini sangat relate dengan upaya kita dalam membangun kepekaan budaya, dan sekaligus membangun kepekaan agama.

Yoga mengimbau pelaksanaan inovasi moderasi tidak hanya berhenti pada lomba-lomba seperti yang dilakukan oleh BLA Semarang. Tantangannya justru adalah apa yang konkrit bisa dilakukan untuk membumikan moderasi beragama. 

“Apa yang oleh sekolah atau madrasah lakukan itu saya kira sudah dimulai dengan kesadaran kognitif. Yang selanjutnya menjadi PR kita adalah dari kesadaran kognitif menjadi kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif yang kemudian bisa mengajak semua orang untuk melakukan hal yang sama,” tutur Yoga.

Harapan Yoga, sekolah dan madrasah moderasi ini akan melahirkan generasi milenial yang toleran, inkusif, dan moderat. Sekolah atau tempat belajar yang penuh cinta, tidak hanya oleh siswanya tetapi juga oleh gurunya. (esy/jpnn)

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag mengatakan teori moderasi beragama sudah banyak, praktiknya bagaimana?


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News