Kemenpar dan DMI Bersinergi Kembangkan Wisata Religi Berbasis Masjid

Kemenpar dan DMI Bersinergi Kembangkan Wisata Religi Berbasis Masjid
Menteri Pariwisata Arief Yahya. Foto: Kemenpar for JPNN.com

“Menjadikan masjid sebagai bagian dari pariwisata bukan berarti menjadikan masjid sebagai bentuk komersial, namun memperkenalkannya kepada wisatawan,” tegasnya.

JK lantas mencontohkan Masjid Biru di Turki yang selalu dikunjungi wisatawan karena nilai sejarahnya. Selain itu, ada pula Masjid Hassan di Casablanca, Maroko, yang dibangun di pinggir laut.

Sedangkan Indonesia, kata JK, punya Masjid Istiqlal yang luar biasa dari sisi sejarah pendirian, arsitektur dan konstruksi bangunannya.

“Masjid Istiqlal luar biasa, ini masjid besar tapi arsiteknya Kristen, bisa juga menjadi jualan untuk turis,” tuturnya.

JK mengatakan, wisatawan yang datang tidak hanya untuk melihat masjid. Sebab, kedatangan wisatawan religi juga akan memakmurkan masjid dan warga di sekitarnya.

“Masyarakat di sekitarnya bisa menjual suvenir, wisatawan akan makan di restoran, tinggal di hotel, menyewa kendaraan dan lain-lain,” tuturnya.

JK bahkan punya hitung-hitungan tersendiri soal potensi wisata religi ataupun halal tourism yang kini lebih dikenal dengan sebutan family friendly. Saat ini, di seluruh dunia ada sekitar 1,6 miliar muslim.

Sepertiganya atau sekitar 600 juta sudah termasuk golongan menengah. Menurut JK, angka itu merupakan potensi luar biasa. “Jika 600 juta orang itu berwisata, bayangkan berapa yang masuk (devisa, red)?” sebutnya.

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) tak mau setengah-setengah dalam mengembangkan wisata religi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News