KEREN! Para Sarjana ini Memilih Jadi Petugas Kebersihan

KEREN! Para Sarjana ini Memilih Jadi Petugas Kebersihan
Para sarjana yang bangga bisa membersihkan Kota Surabaya. Foto: Radar Surabaya

Berurusan dengan sampah selama ini dianggap sebagai pekerjaan yang tidak diminati banyak orang. Pekerjaan itu diidentikkan dengan pekerja kasar. Tapi, tidak demikian tiga orang ini. Mereka adalah para sarjana yang all-out membersihkan Kota Surabaya.

TAUFIQURRAHMAN

DENI adalah petugas patroli satgas kebersihan. Tugasnya mulai mengangkut sampah, melakukan perantingan, sampai membersihkan saluran. Wajahnya ramah, tidak sungkan melempar joke meski terlihat lelah setelah seharian bekerja. Beda lagi Wandik yang kekar, tetapi sedikit pemalu. Setiap hari dia mengemudikan truk kompaktor jumbo. Sementara itu, Dian lebih pendiam. Umurnya masih 22 tahun. Paling muda di antara yang lain.

Deni adalah sarjana pertanian. Namun, dia enggan menceritakan asal kampusnya. "Kampusnya sudah tutup," katanya. Dia kali pertama mengenal sampah ketika masih menjalani praktik kerja lapangan (PKL) di sebuah depot pengolahan sampah di Kejawan Putih Tambak. Waktu itu dia sedang berlatih pengelolaan sampah kompos.

"Begitu saya buka, blush! Langsung muntah-muntah, seminggu belum sembuh," kenangnya. Deni membuka cerita dalam perbincangan santai dengan Jawa Pos di kantor DKP Surabaya. Namun, itu dulu. Sekarang Deni sudah kebal dengan bau sampah.

Menurut pria bernama lengkap Deny Catur Wibowo tersebut, tidak ada masalah dengan pekerjaan sebagai petugas kebersihan. Menurut dia, selama halal dan tidak merugikan orang lain, pekerjaan itu tetap layak dijalani. Apalagi dia mengaku enjoy dengan pekerjaan sebagai pengangkut sampah. "Kan enak, sambil kerja bisa jalan-jalan setiap hari," katanya.

Dengan penghasilan sebagai satgas kebersihan, Deni mampu menghidupi seorang istri dan seorang anak. Pria yang tinggal di Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Tanah Kali Kedinding, itu mengaku tidak pernah kekurangan. "Kita ini manusia. Kalau merasa cukup, maka cukup lah. Kalau merasa kurang, ya pasti kurang terus," paparnya.

Lain halnya dengan Wandik Prasetyono. Wajahnya sedikit bundar dan subur. Kulitnya agak kecokelatan. Siapa sangka, dia menyandang titel sarjana hukum. Lulusan Universitas Airlangga. Tapi, pekerjaannya jauh dari meja persidangan. Yakni, sopir truk kompaktor pengangkut sampah.

Wandik malah terbiasa dengan sampah sejak kecil. Masa kecilnya dia habiskan di rumahnya, Jalan Jojoran, Surabaya. Waktu itu, depot pengolahan sampah DKP memang masih terletak di sana. "Saya sejak kecil berurusan dengan sampah," katanya.

Tidak pernah ada tekanan yang dia dapatkan dengan pekerjaannya sekarang. Malah, kata dia, orang tua, kawan, serta tetangga mendukung tugasnya. "Mereka ndak protes. Wong orang cari kerja kok," katanya.

Sementara itu, Wulan Widianto atau dipanggil Dian baru lulus dari Jurusan Administrasi Negara Universitas Bhayangkara Surabaya tahun lalu. Usianya masih muda. Wajahnya pun cukup lumayan, setidaknya begitu komentar Deni dan Wandik. Pendeknya, terlalu keren untuk menjalani pekerjaan sebagai tukang sapu jalanan.

Keluarganya pun bukan tergolong kurang mampu. Dia tinggal di Perumahan Bluru Permai, Sidoarjo. Namun, dia merasa nyaman. Maklum, dia bergabung dengan DKP sejak masa kuliah. Sekitar 2012.

Bagi Dian, membuat Kota Surabaya bersih adalah kepuasan batin. Dia mengaku senang bisa membantu masyarakat merasakan lingkungan yang bersih. Sehari-hari Dian berangkat dari rumah pagi buta. Sebab, pukul 05.00 dia harus mulai menyapu. Pukul 06.00, jalan harus sudah bersih. (tau/c6/end)

 



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News