Kisah-Kisah Pemilik Resto Khas Indonesia di Berlin (2-Habis)

Daun Salam dan Kunyit Impor dari Indonesia, Sulit Cari Keluak

Kisah-Kisah Pemilik Resto Khas Indonesia di Berlin (2-Habis)
RASA ASLI: Dari kiri, Lusiana Goering, Agus Deryana, dan Michael Goering di Restoran Mabuhay, Berlin, Jerman. Mereka mempertahankan bisnis kuliner Indonesia.(Diar Candra/Jawa Pos)

jpnn.com - Berbagai cara dilakukan para pemilik dapur restoran khas Indonesia di Berlin untuk menjaga cita rasa aslinya. Ada yang memilih menyetok persediaan bumbu untuk setahun. Ada pula yang mencari langsung dengan blusukan sampai Amsterdam, Belanda.


Laporan DIAR CANDRA, Berlin

-------------------------------------------------

AROMA terasi yang ditumis serta suara sreng langsung menyambut saat saya membuka pintu Restoran Mabuhay. Rumah makan yang dalam bahasa Tagalog Filipina berarti ’’halo’’ tersebut masih ramai pengunjung ketika saya mendatanginya pukul 20.00 waktu setempat. Mabuhay yang berlokasi di 28 Kothener Strasse itu hanya berjarak tempuh 5–10 menit dari stasiun kereta Potsdamer Platz dengan berjalan kaki.

Ketika saya menengok meja para tamu di restoran itu, terhidang berbagai jenis makanan Indonesia. Ada tumis kangkung cumi, batagor, ayam balado, sambal, tempe, tahu goreng, dan rendang. Rasa lapar pun langsung menyerang.

Saya yang datang bersama dua rekan memutuskan untuk duduk di tenda rumah-rumahan di depan restoran. Sebab, ruangan di dalam restoran sudah penuh. Sekitar 30 orang memenuhi ruangan berukuran 5 x 5 meter itu.

Pemilik restoran, Michael Goering, pun langsung menyapa ke meja kami. Dengan bahasa Indonesia yang belum lancar, Goering mengucapkan selamat datang kepada kami.

Dari daftar menu yang disodorkan Goering kepada saya, harga yang ditawarkan sangat bervariasi. Mulai 5 euro sampai 8 euro.

Berbagai cara dilakukan para pemilik dapur restoran khas Indonesia di Berlin untuk menjaga cita rasa aslinya. Ada yang memilih menyetok persediaan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News