Kisah Warga Sebatik yang Lahan Tempat Tinggalnya Berbagi dengan Negara Lain

Kamar Mandi dan Dapur Rumahnya Ikut Malaysia

Kisah Warga Sebatik yang Lahan Tempat Tinggalnya Berbagi dengan Negara Lain
Foto : JPNN

Di sana ada satu sungai yang rupanya juga berfungsi sebagai pembatas antara Indonesia dan Malaysia. Sungai itu bernama Sungai Aji Kuning. Warga Sebatik menyebutnya pangkalan. Sebab, di tempat itu orang-orang Indonesia mengumpulkan hasil perkebunan dan pertanian untuk dijual ke Malaysia.  Perjalanan menggunakan kapal ketinting dari sungai tersebut menuju Tawau (Malaysia), ditempuh selama satu jam.

Permukiman di Desa Aji Kuning mulai berkembang pada kurun waktu 2003. Ketika itu jalan setapak telah dilebarkan dan diaspal. Di desa itulah terdapat satu rumah yang tergolong langka karena dibangun di atas lahan antara Indonesia-Malaysia. Rumah itu milik Ambo Ala dan dikontrakkan kepada Mappa Ngara. Di rumah itu Mappa tinggal bersama Hasidah (istri) dan ketiga anaknya.

"Kami tinggal di rumah ini sejak tujuh tahun lalu," kata Mappa. Setiap bulan dia membayar Rp 140 ribu atau setara dengan 50 ringgit. "Ketika pertama menetap, rumah itu memang terasa sempit," lanjutnya. Hanya terdiri atas satu kamar. Lalu, ada tempat masak yang digabung dengan ruang tamu. Tempat mandi harus di luar rumah dan hanya ditutup seng.

Jika diukur, luas rumah itu 6 x 3 meter. Suatu ketika Mappa ingin memperluas rumah tersebut. Alasannya, sudah sangat sempit. Maka, rencana pun disusun. Sayangnya, rencana itu kurang mulus. Sebab, jika Mappa ingin menambah ruang dapur dan kamar mandi, bangunan itu berdiri di lahan yang masuk ke wilayah Malaysia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News