Klasemen Ustaz Radikal

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Klasemen Ustaz Radikal
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Ketegangan antara gerakan Islam modernis dan tradisionalis sudah terjadi sejak sebelum masa kemerdekaan, ketika pengaruh gerakan pembaruan dari Timur Tengah mulai masuk ke Indonesia dengan dibawa oleh muslim yang baru pulang dari ibadah haji.

Gerakan pemurnian dan kebangkitan Islam ini diperkenalkan oleh Jamaludin Al-Afghani di Mesir melalui gerakan politik Pan-Isamisme. Kemudian ada Muhammad Abduh dari Mesir juga yang memperkenalkan pemurnian dan kebangkitan Islam melalui pendidikan.

Di jazirah Arab muncul Muhammad bin Abdul Wahab yang mengajarkan pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada tradisi salaf era Nabi Muhammad saw.

Ajaran Al-Afghani dan Abduh membawa pengaruh di Indonesia dengan lahirnya gerakan pembaruan dan modernisme yang antara lain melahirkan organisasi Muhammadiyah pada 1912 yang berorientasi kepada pendidikan.

Pada tahun yang sama HOS Tjokroaminoto mendirikan Sarikat Islam yang lebih berorientasi politik.

Gerakan pembaruan dan modernisme ini banyak berbenturan dengan tradisionalisme Islam yang masih mempraktikkan Islam sinkretik. Pada 1926 berdiri Nahdlatul Ulama (NU) yang lebih akomodatif terhadap praktik ibadah sinkretik ala Islam Jawa.

Clifford Geertz membagi strata sosial masyarakat Jawa menjadi santri, priyayi, dan abangan. Kalangan santri lebih banyak mempraktikkan pemurnian Islam, sementara kelompok priyayi dan abangan masih setia dengan pengamalan Islam yang sinkretik yang berbaur dengan mistisisme Jawa.

Ketegangan itu berlanjut sampai sekarang dan mengakibatkan polarisasi yang lebar di antara para pengikunya. Ada kelompok cebong ada kelompok kadrun. Kegaduhan soal wayang adalah bagian dari rentetan ketegangan itu. Daftar ustaz radikal juga buntut dari ketegangan itu.

Muncul daftar ustaz radikal yang masuk catatan cekal. Ada daftar pendek yang berisi sepuluh ustaz.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News