KNPI Versi Haris Pertama Diminta Tabayyun soal Polemik WIUP Bermasalah

KNPI Versi Haris Pertama Diminta Tabayyun soal Polemik WIUP Bermasalah
KNPI Versi Haris Pertama Diminta Tabayyun soal Polemik WIUP Bermasalah. Ilustrasi. Foto: Antara/Abdul Fatah

Ketiga, pernyataan yang menyebutkan bahwa terdapat tumpang tindih IUP merupakan kewenangan dari Pemerintah Pusat untuk memverifikasi setiap usulan WIUP yang diajukan, jika ditemukan terdapat tumpang tindih maka pemerintah pusatlah secara automatis akan menghentikan WIUP tersebut.

"Maka dengan ini, Gubernur tidak memiliki kekuatan hukum apapun selain WIUP dan Pemerintah Provinsi Malut tidak memiliki kewenangan atas tuduhan 80 WIUP bermasalah yang disangkakan oleh DPP KNPI," jelasnya. 

Tak hanya itu, Reza juga memberi saran untuk pihak manapun yang merasa bukan putra Maluku Utara agar berhenti mengeksploitasi kepentingan di daerahnya itu. 

"Justru bagi kami bila perlu gubernur perbanyak usulan Wilayah Izin Usaha Pertambangan bila ada potensi di 10 kab/kota untuk didorong ke Provinsi Maluku Utara, demi kesejahteraan Masyarakat Malut kedepan," tegasnya. 

Sebelumnya, Tim investigasi kasus tambang DPP KNPI menduga terjadi adanya praktik gratifikasi dalam penerbitan WIUP di Maluku Utara.

Wakil Ketua Umum DPP KNPI Mohammad Nurul Haq yang akrab disapa Mamat mengatakan berdasarkan hasil penelusuran Tim Investigasi DPP KNPI terhadap kasus tambang di Indonesia menemukan terdapat 80 usulan WIUP yang diterbitkan oleh Gubernur Maluku Utara kepada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.

Dari 80 Usulan WIUP tersebut terdapat 51 WIUP dalam status tidak memenuhi ketentuan.

“Dari 51 WIUP ada sekitar 40-an usulan WIUP tumpang tindih. Ada juga yang masuk Kawasan Hutan Lindung, ada yang titik koordinatnya sama dengan perusahaan lain,” kata Mamat dalam keterangan tertulis pada Senin (21/11). (mcr8/jpnn)

PB Formmalut minta DPP KNPI versi Haris Pertama tabayyun soal wacana 80 WIUP di Malaku Utara.


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News