Koalisi Red Carpet, Perfilman dan Pariwisata

Koalisi Red Carpet, Perfilman dan Pariwisata
Koalisi Red Carpet, Perfilman dan Pariwisata

Anak-anak muda di sepanjang boulevard tepi pantai juga merayakan dengan berbagai atraksi. Ada yang main salto di jalan, ada yang bermain musik jalanan, ada yang sekedar jalan-jalan. Hijau pohon-pohon palem di sepanjang La Croisette dan bunga-bunga warna-warni di terik matahari membuat kota ini betul-betul hidup.

Kalau soal pantai, Bali, Lombok, Nias, Belitong, lebih nendang. Kalau kejernihan air laut, Labuan Bajo, Raja Ampat, Derawan, Bunaken, jauh lebih potensial. Tetapi, mereka lebih sukses mengemas kawasan, menjaga suasana bersih, nyaman dan membangun hospitality sosial lebih matang.

Prancis dikenal masyarakatnya cuek, tapi di Cannes mereka sangat ramah. Bahkan, setiap ada festival Cannes yang sudah dimulai sejak 20 September - 5 Oktober 1946 itu, banyak warga yang rela pindah apartmen dan rumah. Mereka memilih sewa caravan, mobil besar untuk tempat tinggal selama 10 hari, dan merelakan rumah dan apartemennya disewa turis. Harga sewa hotel pun melangit, lebih dari lima kali, saat musim festival tiba.

Film ternyata menjadi generator industri pariwisata di Cannes. Film juga menjadi lokomotif bagi festival-festival seni budaya yang lain di sana. Kita memang belum sampai di sana. Tetapi, arah jalan menuju ke sana sebenarnya sangat terbuka. Kasubdit Festival dan Ekshibisi Film, Kemenparekraf RI, Molly Prabawati menyebut kehadiran Indonesia di pameran film internasional ini punya tiga sasaran.

Pertama, memperkenalkan karya film terbaik anak bangsa ke kancah pasar dunia. Kedua, mengundang investor film dunia untuk menggunakan Indonesia sebagai lokasi pembuatan film, dengan benefit alamnya indah, masyarakatnya welcome, stok talent melimpah, dan biayanya ekonomis. Ketiga, ujungnya adalah kunjungan wisatawan meningkat. Karena itu, program ini boleh disebut sebagai koalisi antara red carpet, perfilman dan pariwisata. Ketiganya jelas, sudah memiliki platform yang sama.

Indonesia, sesungguhnya sudah tidak asing lagi di Cannes. Pertama, sudah delapan kali berpromosi di Cannes Festival ini. Dari tahun ke tahun terus mendapatkan apresiasi positif. Kedua, aktris senior Christine Hakim pernah dipercaya menjadi salah satu juri di Festival Cannes ini bersama David Lynch, Sharon Stone, dan Michelle Yeoh, tahun 2002. Peraih 6 Piala Citra dan 4 Piala Asia Pacific International Film Festival ini reputasi dalam dunia cinematografi sudah sangat mendunia.

Pemeran Tjuk Nyak Dien yang sangat fenomenal itu juga pernah menjadi juri The Shanghai Film Festival (1985), Tokyo Film Festival (1990), Hawaii Film Festival (1991), Asia Pacific Film Festival (1994), Sydney Film Festival (1994), Singapore Film Festival (1994), Jakarta Asian Film Festival (1995), Fukuoka Asian Film Festival (1995), Asia Pacific Film Festival (1995), dan ketua dewan juri South East Asia Bienalle Film Festival di Kamboja (1997).

Christine yang terlahir dengan nama Herlina Christine Natalia Hakim di Kuala Tungkal, Jambi, 25 Desember 1956,  itu sempat ikut membintangi film yang shootingnya di Ubud, Bali, Eat Pray Love bersama artis Hollywood Julia Roberts. Christine Hakim bukan hanya bekerja menjalankan takdirnya sebagai aktris top dunia, tetapi juga memberikan kontribusi yang tak ternilai bagi pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.

Tradisi Red Carpet di Festival de Cannes adalah salah satu momen yang paling heboh menyapa publik. Bukan hanya memamerkan gaun dengan segala asesori

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News