Komunitas Indonesia di Selandia Baru Terkesan Besarnya Empati Warga Setempat
"Sebetulnya perasaan was-was di antara jamaah itu ada tapi saya rasa kecil sekali," katanya.
"Setelah kejadian kita juga diimbau oleh polisi untuk jangan ke masjid dulu. Kita disuruh menutup masjid atau Islamic Center untuk sementara setelah kejadian," jelasnya.
Namun kecemasan itu tak berlangsung lama. Andri mencontohkan keluarganya yang dibanjiri perhatian dari para tetangga.
Ia merasakan empati dari warga lokal yang datang ke rumahnya membawa kartu ucapan simpati, menawarkan bantuan dan sebagainya.
"Yang tadinya mungkin enggak peduli kita ke masjid, kita salat, tapi begitu ada kejadian mereka sangat peduli dan kalau mereka bisa bantu apa yang kira-kira mereka bisa bantu," jelasnya.
"Secara instan mereka langsuang menujukkan kepeduliannya dengan kita," ungkapnya.
Belasan tahun tinggal di Selandia Baru, Andri sendiri mengaku tak pernah mengalami kejadian rasisme.
"Saya kerja di perusahaan. Selalu minta izin salat Jumat. Manajer saya selalu kasih izin. Beliau tahu Jumatan itu biasanya sekitar 1-1,5 jam.Itu 'kan lebih lama dari waktu untuk makan siang," jelasnya.
- Di Balik Gagasan Penerbit Indie yang Semakin Berkembang di Indonesia
- Dunia Hari Ini: 26 Tahun Hilang, Pria Aljazair Ini Ditemukan di Ruang Bawah Tanah Tetangga
- Dunia Hari Ini: PM Slovakia Ditembak Sebagai Upaya Pembunuhan Bermuatan Politik
- Ramai-Ramai Tolak RUU Penyiaran: Makin Dilarang, Makin Berkarya
- Dunia Hari Ini: Aktivis Thailand Meninggal Setelah Mogok Makan di Penjara
- Tanggapan Mahasiswa Asing Soal Rencana Australia Membatasi Jumlah Mereka