Kusuma Wijaya, Dosen Tamu di Singapura yang Juga Korban Peristiwa 1965

Tak Tahu Apa-Apa, Mendadak Keluarga Dikucilkan

Kusuma Wijaya, Dosen Tamu di Singapura yang Juga Korban Peristiwa 1965
Kusuma Wijaya, Dosen Tamu di Singapura yang Juga Korban Peristiwa 1965

Kusuma juga ingat, dulu dirinya sangat membenci pelajaran pendidikan moral Pancasila (PMP) dan pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB). Alasannya, di dalam dua pelajaran itu selalu dibahas pemberontakan PKI. Setiap pelajaran tersebut, pasti guru dan teman-temannya memandanginya tajam hingga dia selalu salah tingkah.

Hal yang juga membuat sedih Kusuma adalah pemutaran film G30S/PKI di sekolah. Dulu film dokumenter itu wajib ditonton di sekolah-sekolah. Setiap melihat film tersebut, lelaki yang lahir pada 22 Maret 1972 itu selalu merasa ketakutan. Tak jarang pula, teman-temannya mengejek dia sebagai cucu PKI selama nonton bareng film itu.

Untung, saat ini film tersebut sudah tidak ditayangkan lagi di televisi. Namun, kini perjuangan dan kesabaran keluarga Kusuma membuahkan hasil. Dia bersyukur bisa melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi.

Tetapi, tetap saja hidup Kusuma tidak mudah. Bahkan, ketika kuliah, stigma itu masih membuatnya kerepotan. Dia tidak menyerah. Kusuma pun berhasil di bidang pendidikan.

Selain di Unitomo, Kusuma kini menjadi dosen tamu dan mengajarkan sastra Inggris di National University of Singapore. Pada 2009 dia mendapat penghargaan The Best Translator and Interpreter dari Singapore Interpreter Association. Penghargaan itu diberikan karena prestasinya sebagai pengajar sekaligus juru bahasa terbaik di kampusnya.

”Saya berharap teman-teman yang punya nasib seperti saya terus semangat untuk berprestasi. Janganlah peristiwa masa lalu membuat kita semua minder,” katanya. (*/c7/ayi

Pemutaran Senyap, film dokumenter pemenang sejumlah penghargaan, di Kantor DPC PDIP Surabaya Jalan Kapuas pada Rabu malam lalu (10/12) terasa istimewa.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News