Lolos di AS, Obat Virus Corona Remdesivir Masih Diperdebatkan di Australia

Tapi, katanya, hasil ujicoba ini dapat mencerminkan ketidakmampuan untuk mengukur SARS-CoV-2 secara akurat.
"Kita berasumsi remdesivir bekerja sebagai obat antivirus, tapi kita belum tahu cara yang tepat untuk menghitung virus pada ingus dan dahak," katanya.
Ia menambahkan, kapan waktu terbaik untuk memberikan obat sehingga memiliki manfaat paling besar, masih jadi pertanyaan.
Meski belum melihat bukti hasil ujicoba di AS, Profesor Tangye mengatakan tidak adanya penurunan drastis tingkat kematian di AS menunjukkan obat ini tidak akan secara dramatis meningkatkan pengobatan COVID-19.
"Jika obat ini benar-benar memiliki efek, seharusnya diterjemahkan ke dalam jumlah kematian yang lebih sedikit, menurunnya kasus yang parah. Itu semua tidak terlihat," katanya.
Dr Tong sependapat bahwa kurangnya perbedaan dalam tingkat kematian menunjukkan remdesivir tidak akan menjadi andalan utama dalam mengobati COVID-19.
Namun itu bukan berarti obat tidak memiliki potensi sama sekali.
Ketika melaporkan hasil ujicoba NIAID di Gedung Putih, Dr Fauci menyamakannya dengan momen di tahun 1996 "ketika berusaha membuat obat untuk HIV dan kami tidak punya apa-apa".
Sebuah obat antivirus corona bernama Remdesivir telah mendapatkan persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA)
- Industri Alas Kaki Indonesia Punya Potensi Besar, Kenapa Rawan PHK?
- Apa Arti Kemenangan Partai Buruh di Pemilu Australia Bagi Diaspora Indonesia?
- Dunia Hari Ini: Presiden Prabowo Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Lagi Anthony Albanese
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Korea Selatan dan Australia Ramaikan Semarang Night Carnival 2025
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan