Mahasiswa Jangan Ragu Bermimpi Setinggi Langit, Tirulah Bung Karno, Hatta, hingga Agus Salim

Mahasiswa Jangan Ragu Bermimpi Setinggi Langit, Tirulah Bung Karno, Hatta, hingga Agus Salim
Dosen Ilmu Pertahanan Unhan Hasto Kristiyanto memberikan kuliah umum di hadapan ratusan mahasiswa dan civitas academica secara hybrid di Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin (6/3). Foto: DPP PDIP

jpnn.com, MAKASSAR - Dosen Universitas Pertahanan (Unhan) RI Hasto Kristiyanto mengharapkan mahasiswa tak ragu untuk bermimpi setinggi mungkin dan berimajinasi. Namun mimpi itu harus dilakukan setelah mengasah kepemimpinan intelektual dengan banyak membaca buku serta menggali ilmu, dan berdiskusi.

Langkah seperti itu adalah juga langkah yang pernah ditapaki oleh para Pendiri Bangsa seperti Soekarno, Hatta, Agus Salim, dan Ali Sastroamidjojo.

Hal itu disampaikan Hasto dalam kuliah umum yang diikuti ratusan mahasiswa dan civitas academica secara hybrid di Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin (6/3).

Rektor Universitas Negeri Makassar Prof Husain Syam, Rektor Universitas Hasanuddin Prof Jamaluddin Jompa, dan Rektor UIN Sultan Alauddin Prof Hamdan Juhannis juga hadir dalam acara itu.

Hasto memaparkan tradisi intelektual Bung Karno sebagai bagian dari kuliah umumnya yang bertema “Reaktualisasi Pemikiran Bung Karno saat ini menyongsong Indonesia Emas 2044”.

Hasto memotivasi para mahasiswa dan anak muda Indonesia untuk membangun tradisi intelektual dengan banyak membaca buku serta berdiskusi. Karena itu adalah bagian dari dialektika pertama dan kedua di tradisi intelektual Soekarno. Hasil dari dialektika tersebut adalah kemampuan untuk bermimpi dan berimajinasi akan sebuah perbaikan ke arah lebih baik.

“Jadi, jangan pernah ragu bermimpi. Dari situ muncul imajinasi dan geest atau semangat juang. Kalau tidak melakukan dialektika pertama dan kedua, tidak akan berimajinasi. Mahasiswa saatnya berpikir apa problem rakyat kita,” kata Hasto.

Dalam melihat kondisi masyarakat dan dunia, lanjut Hasto, harus memiliki tiga perspektif, yakni society view, national view, dan worldwide view.

Hasto kembali menekankan dari para pendiri bangsa, mahasiswa bisa mempelajari bahwa segala sesuatunya dimulai dari tradisi intelektual.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News