Makin Buruk, Wajah Penegakan Hukum Indonesia 

Oleh: Prof Tjipta Lesmana

Makin Buruk, Wajah Penegakan Hukum Indonesia 
Prof Tjipta Lesmana. Foto: Ricardo/JPNN.com

Kapolda saat itu, secara institutif,  seyogyanya menyadari apa tupoksi Kapolri/Kapolda: Apakah ada urusan dengan donasi masyarakat, apalagi yang dicurigai bersifat gelap;  apakah dia tidak tahu berapa maksimum jumlah ransfer yang diperbolehkan seorang nasabah dan lain sebagainya. 

Seorang rekan saya, orang Palembang asli, berkilah jika dana tunai yang dimiliki semua bank pemerintah di Sumsel dikumpulkan, total Rp 2 triliun pun mungkin tidak ada!   

Mungkinkah sejak awal Ny. Heryanty Tio  memang berniat menipu para petinggi Sumatera Selatan dan masyarakat Sumsel dengan motivasi tertentu? 

Mestinya pertanyaan akbar ini yang sejak awal diselidiki pihak Kepolisian. 

Sekali lagi, karena jumlah Rp 2 triliun yang terlalu fantastis / tidak masuk akal!!  

Kenapa awalnya terbesit berita tentang pertemuan Heryanty, didampingi pengacaranya di Batam, dengan pihak bank Singapura yang, konon menyerahkan surat-surat bank kepada Heryanty, lalu tidak ada kelanjutannya? 

Sejauh mana kebenaran berita ini? Bagaimana tersiarnya giro bilyet senilai Rp 2 triliun di masyarakat yang mengesankan keluarga Tio memang punya dana di Bank Mandiri Palembang?  

Jika sejak awal Ny Heryanty sadar bahwa saldo dananya di Bank Mandiri Palembang jauh dari total Rp 2 triliun, mestinya dia sadar bahwa membuka giro bilyet senilai itu merupakan tindak pidana alias buka cek kosong dapat diancam pidana yang serius?

Prof Tjipta Lesmana memandang wajah penegakan hukum Indonesia makin buruk. Berikut analisisnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News