Markoem, Si Perajin Biola Handmade

Biola Bagus Bergantung pada Kayu dan Pembuatnya

Markoem, Si Perajin Biola Handmade
Markoem berada di bengkel biola miliknya di Jalan Kaliasin Gang V, Surabaya. Foto: Dipta Wahyu/Jawa Pos

’’Papan suara (bagian depan biola) sama punggung nggarapnya beda. Kalau nggak gitu, ya gak enak suaranya,’’ ujarnya.

Bagian papan suara harus terbuat dari kayu yang empuk­ seperti pinus, cemara, dan cypress. Sisi biola bisa menggunakan bahan yang keras seperti jati. Untuk bagian punggung, bisa digunakan kayu yang sama dengan papan suara atau jenis yang agak keras seperti damar.

Karena stok kayu jarang ada, Markoem tidak bisa selalu menerima pesanan pelanggan. Sebulan dia menerima maksimal tiga pesanan. ’’Kayaksekarang. Ada yang minta, tiga orang. Tapi, nggak ada bahan, ya nggak saya sanggupi,’’ tegasnya. Markoem tidak mau membuat biola dari bahan kualitas dua.

Belasan tahun menggeluti bisnis biola, dia menyatakan bahwa banyak yang berubah. Dulu dia membuat violin dan biola lengkap dengan busurnya, tapi sekarang tidak lagi. Dia menyarankan pelanggan membeli busur berbahan rambut ekor kuda itu di toko musik.

’’Dulu kuda masih banyak, kalau butuh tinggal izin yang punya, terus kres. Sekarang jangankan yang putih, kuda item juga jarang. Ya biar mereka membeli busurnya sendiri,’’ jelas Markoem.

Untuk kotak biola, dia enggan menyediakannya lagi. Sebab, harganya naik drastis. Jika dulu hanya Rp 300 ribu, sekarang harga per unit Rp 800 ribu.

Harga biola buatan tangan Markoem tergolong murah jika dibandingkan dengan handmade Tiongkok, apalagi Eropa. Biola handmade tersebut hanya dijualnya seharga Rp 2 juta–Rp 5 juta per buah. Padahal, jika dijual di luar negeri, harganya bisa naik hingga puluhan kali lipat. Terlebih, Markoem pernah membuat varian alat musik gesek yang berhias ukiran.

Namun, pria yang pernah aktif di organisasi kepanduan Muhammadiyah, Hizbul Wathan, tersebut menolak menjual biolanya dengan harga selangit. ’’Jual mahal di sini ya nggak laku. Lagi pula, biola itu mahal karena ada sejarah pribadi pemiliknya,’’ jelas Markoem. Dia mencontohkan alat musik milik W.R. Soepratman, pencipta lagu Indonesia Raya, yang ditawar Rp 5 miliar.

Hampir dua dekade terakhir, Markoem membuat biola handmade. Banyak pesanan, namun tidak semuanya bisa diterima karena keterbatasan bahan. Laporan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News