Membedah Dampak Penggabungan SPM dan SKM

Membedah Dampak Penggabungan SPM dan SKM
Sejumlah buruh pabrik rokok sedang bekerja. Ilustrasi Foto: DONNY SETYAWAN/RADAR KUDUS

Wacana ini masih menjadi polemik di industri tembakau Indonesia. Dalam penelitiannya, Bayu melakukan simulasi untuk mengkaji dampak dari penggabungan SPM dan SKM.

Penggabungan volume ini disimulasikan dengan adanya perubahan harga cukai per-batang pada golongan 2 layer 1 dan layer 2 menjadi golongan 1.

“Simulasi memperlihatkan penjualan SKM golongan 2 layer 1 akan turun sebanyak 258 ribu batang per bulan, sedangkan SKM golongan 2 layer 2 turun sebanyak 113 ribu batang per bulan. Selanjutnya, pada jenis rokok SPM penggabungan menyebabkan penjualan SPM golongan 2 layer 1 turun sebanyak 2.533 juta batang, dan SPM golongan 2 layer 2 turun sebanyak 1.593 juta batang,” ucap Bayu.

Imbas dari diberlakukannya penggabungan volume produksi SPM dan SKM pun akan meluas ke berbagai aspek.

Bagi pelaku industri golongan II layer 1 dan 2, kenaikan tarif yang drastis akan mengancam kelangsungan usaha mereka sehingga menyebabkan hilangnya lapangan kerja ketika banyak pabrik yang terpaksa gulung tikar.

Pengurangan produksi SKM juga berdampak negatif pada pengurangan serapan tembakau lokal dan cengkeh. Saat ini, SKM golongan 2 menggunakan bahan baku lokal sebanyak 94 persen.

“Simplifikasi bukannya menambah penjualan, yang terjadi pengurangan penjualan produk tembakau yang berakibatkan pada penerimaan negara”, ucapnya.

Bayu menambahkan, perusahaan di golongan 2 terpaksa menaikan harga rokok. Akibatnya, dengan memahami bahwa harga adalah salah satu faktor penentu bagi konsumen rokok di Indonesia, preferensi konsumen akan beralih ke rokok lain yang lebih murah.

Dua peneliti dari Universitas Padjajaran (Unpad) Satriya Wibawa dan Bayu Kharisma mengungkap hasil kajian terkait kebijakan cukai rokok.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News