Mendesain Digital Market Place, Benchmarking Australia

Mendesain Digital Market Place, Benchmarking Australia
Menpar Arief Yahya. Foto: Dokumen JPNN

Pertemuan demi pertemuan dilakukan, baik dengan Kementerian Pariwisata Australia di Canberra, lalu Australia Tourism Data Warehouse (ATDW), South Australian Commision (SATC) dan Tourism Exchange Australia (TXA) yang juga dikenal dengan V3 itu di Novotel Harbour Darling, Sydney. “Kami semakin yakin, kami akan membangun platform digital market place, yang akan dinamai Travel X-change Indonesia (TXI),” ujar Menpar.

Gambar besarnya adalah, semacam membangun mal besar untuk menjual barang-barang berupa paket-paket wisata dari semua destinasi dari Sabang sampai Merauke. Mal itu hanya virtual, sekedar istilah untuk menyederhanakan agar pada “Gatal” Gagap Digital, mudah membayangkan. Mal besar itu seperti tempat orang untuk menawarkan berbagai program dan paket wisata. Di mal itu orang bisa melihat-lihat, mengamati, membooking, sampai membayar di kasir.

Sama dengan di Digital Market Place (DMP) itu. Tempat orang dari seluruh pintu dunia melakukan searching, atau Look. Lalu tertarik dan mulai Booking. Sampai pada system pembayaran, Pay. Selama ini Look, Book, Pay itu dimiliki oleh provider yang berbeda-beda. Ada yang spesialis Look, seperti Baidu dan Google. Ada yang berangkat dari Book, seperti TripAdvisor, Expedia dan C-Trip. Ada juga yang besar dari Pay, seperti Alitrip (Alibaba), Booking.Com, Visa Card, Master Card, dan lainnya.

DMP yang sedang didesain oleh Menpar Arief Yahya adalah konsep TXI (Travel X-change Indonesia) dengan one stop services, dari Look, Book, sampai ke Payment. Mirip mal, ada tempat melihat-lihat dulu, ada tempat booking ketika sudah cocok harga dan barang, ada juga tempat pembayaran. Bagaimana bisa bersaing? Dengan kolaborasi korporat dunia, pemain-pemain digital yang sudah lebih dulu eksis? Seperti gabungan C-Trip dan Baidu di China? C-trip itu adalah OTA –online travel agent—terbesar di China, dengan market share 70 persen. 

Baidu adalah mesin pencari, atau Googlenya China, yang menguasai hampir 75 persen di Negeri Tirai Bambu itu. Dua gajah raksasa yang berbeda platform bergabung, saling komplementer, saling melengkapi. Sudah tentu, pasar Tiongkok, dengan 110 juta outbond rata-rata per tahun itu tidak akan tergeser oleh siapapun, karena kebutuhan mereka sudah lengkap terlayani.

Begitupun TripAdvisor dengan Booking.Com yang sudah bergabung, maka fungsi Look Book Pay sudah lengkap. “Pemain besar dunia biarkan mereka tetap memainkan perannya. Aktivitas mereka lebih banyak menjual tiket pesawat, dan hotel berdiskon khusus. Biarkan mereka terus berkompetisi dan kita tetap memanfaatkan jalur yang sudah mereka bangun bertahun-tahun,” ungkap Menpar Arief Yahya.

Lalu bagaimana posisi TXI? Apa akan bersaing dengan raksasa-raksasa digital di atas? “Pasti tidak! Justu saling melengkapi. Pertama, untuk memberi lapak pada manual travel agent atau traditional travel agent yang jumlahnya ribuan di Indonesia, agar mereka bisa ikut bersaing di dunia digital marketing. Kalau tidak ikut bermain di arena ini, mereka akan semakin tertinggal jauh dan tenggelam oleh zaman. Ibaratnya, mereka itu pelaku-pelaku bisnis di pasar tradisional, nah sekarang kita ajak berjualan bersama di mal, dibuatkan toko di dalam mal,” kata Arief Yahya.

Kemenpar, kata Arief Yahya, tidak boleh meninggalkan pelaku bisnis lama di travel agent itu. Kalau dibiarkan mereka bersaing sendiri di alam yang sudah berubah itu tidak bijak. Mereka, cepat atau lambat, akan semakin terpinggirkan, dan bisa-bisa terlempar dari bisnis pariwisata yang semakin mengglobal. “Teknisnya, nanti kalau platform DMP itu sudah selesai, mereka kita training, kita ajarin bagaimana membuat paket? Mendesain produk paket? Meng-up load sendiri, dan trik atau cara untuk mendapatkan impresi lebih banyak,” kata dia,

SYDNEY – Satu terobosan lagi, Menpar Arief Yahya yang bakal membawa gerbong Kementerian Pariwisata RI melompat menuju target super optimistic

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News