Mengapa Kembali ke Bali, Bali dan Bali?

Mengapa Kembali ke Bali, Bali dan Bali?
Ilustrasi Bali. Foto: Agung Bayu/Bali Express/JPNN.com

Target 10 juta tahun 2015 itu sebenarnya hanya bertumbuh 7-8 persen saja. Turis domestiknya bisa mencapai 254 juta perjalanan. Dampak ekonominya, duit yang dibelanjakan turis asing itu bisa mencapai USD 12 Miliar, dan multiplying economic-nya, baik yang langsung dan tidak langsung dirasakan oleh 11,3 juta orang. “Tahun 2014 saja, dari target 8,74 juta tenaga kerja yang bergerak di bidang pariwisata, malah tembus 11 juta lebih. Sektor pariwisata akan menciptakan banyak peluang usaha dan memajukan ekonomi masyarakat,” kata Arief Yahya.

Saat ini, kontribusi sector pariwisata pada GNP (gross national product) masih 3,78 persen. Tetapi tahun 2019, Arief Yahya mentargetkan sampai 8 persen, dengan memutar uang Rp 240 triliun dari wisman dan menghidupi 13 juta tenaga kerja lebih. “Target 2019 itu, 20 juta pengunjung wisman, 275 juta wisnus, dan mendongkrak peringkat turisme Indonesia menuju ranking 30 dunia. “Tahun 2013, kita masih di ranking 70 dunia, versi World Economic Forum,” jelas dia.

Jika digarap dengan strategi yang tepat, wisman dari Tiongkok bisa menjadi nomor satu atau dua, mengalahkan Australia, Malaysia dan Singapura. Jadi, jangan berburuk sangka dulu, mengapa menggenjot Bali, Bali dan Bali lagi. Pendekatannya, banyak baru dipecah-pecah, bukan pecahan kecil-kecil menuju ke banyak. Bali, seperti yang disampaikan Chairman of China National Tourism Administration (CNTA), Li Jin Zao, Bali sudah masuk dalam benak orang Tiongkok. Beijing People’s Broadcasting 2011 pernah merilis pilihan orang Tiongkok dalam berlibur ke luar negeri. Bali masuk dalam 10 destinasi favourit mereka.

Nama Bali sudah amat popular, selain Australia, Cape Town, Edinburgh, Hawaii, Madrid, Egypt, Niagara Falls, Paris dan Switzerland. Ada catatan awal yang cukup penting, bahwa turis asal Tiongkok itu lama tinggal di Indonesia rata-rata 4-5 hari. Total belanja per orang per hari, berada di average USD 100-110. Dan, mereka punya liburan panjang pada Tahun Baru Imlek (Februari), Liburan Sekolah (Juni-Juli), Golden Week (Oktober) dan Hari Buruh. Mereka juga mengenal istilah “Summer Holiday”, sehingga banyak momentum yang bisa dikrasi dalam paket-paket liburan ke Indonesia,” kata dia.

Mantan Dirut PT Telkom ini memang tidak pernah lepas dari data, IT, prospek dan revenue. Program-program di pariwisata pun, tidak akan lepas dari faktor-faktor seperti itu. Termasuk rencana kerjasama bilatreral Indonesia-Tiongkok dengan yang dia sebut dengan istilah “Silk Road Expedition of Admiral Zheng-he.” Ekspedisi jalur sutera Laksamana Cheng Ho, yang akan dimulai awal tahun 2015 ini.

Cheng Ho sangat popular dan menjadi ikon dalam hubungan Indonesia-China tempo dulu. Banyak kota yang pernah disinggahi Laksamana yang beragama Islam itu, seperti Batam, Palembang, Bangka, Belitung, Banten, Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, Semarang, Bali, NTT, dan NTB. Ekspedisi ini akan berlayar dari China menuju ke kota-kota yang pernah disinggahi Laksamana itu di Indonesia. “Program ini bisa menguatkan kerjasama bilateral yang sudah berabad-abad lalu terjadi antara Indonesia-Tiongkok. Dampaknya terhadap pariwisata juga akan besar,” kata dia.

Tentu, dengan program ini, memori masa lalu yang pernah bekerjasama baik sejak zama Presiden Soekarno akan terbangun kembali. Semacam napak tilas perjalanan tokoh besar dari Kerajaan Tiongkok waktu itu. Sekaligus memperkenalkan kota-kota pesisir lain, selain Bali.

Saat berdialog bisnis dengan banyak travel agents RRT di Beijing, Menpar Arief Yahya juga sudah mendeskripsikan bawah laut Nusantara yang wow. Mereka –CTRIP.com, CITS, CYTS, Tuniu.com, CAISSA Group, dan travel Indonesia Nira Tour & Travel, Millenium Indo Wisata Tour, dan Bali Cahaya Tours--, sangat terkesima dengan potensi wisata Indonesia. “Ada 6 marine tourism yang sudah mencakup 70 macam coral dunia di Indonesia, Raja Ampat, Wakatobi, Bunaken, Derawan, Lombok, Labuan Bajo. Tempat-tempat itu recommended,” katanya. 

Indonesia itu bukan hanya Bali. Ada ratusan destinasi selain Bali. Sampai-sampai Bali lebih dikenal dari pada nama Indonesia! Perasaan itu acap menghinggap

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News