Mengapa Pemerintah Indonesia Doyan Menggunakan Jasa Influencer?

Baik Lina maupun Egi sama-sama menilai pelibatan influencer, dan dalam kasus tertentu buzzer, pada proyek pemerintah mengancam demokrasi.
"Karena diskusi yang semestinya sehat di media sosial atau di tempat lain akhirnya terdistorsi dengan pengaruh buzzer."
"Jadi, menuntut kepada pemerintah agar buzzer tidak lagi digunakan adalah sebuah keharusan," kata Egi,
"Pada batas tertentu ketika influencer memberikan dampak yang sama dengan buzzer, mereka juga harus dihentikan penggunaannya, apalagi pengaruh mereka kuat dan ada anggaran negara dalam jumlah besar yang digunakan," jelasnya lagi.
Tetapi di sisi lain, Lina masih percaya pada kemampuan masyarakat untuk mencerna informasi.
"Masyarakat kita tidak bodoh-bodoh amatlah, kalau pun pemerintah membayar influencer, ya kita tunggu saja sampai seberapa lama bisa bertahan, karena komentar masyarakat juga tidak baik-baik saja," ujar Lina.
"Masyarakat kita sudah makin cerdas sekarang, bukan masyarakat yang pegang hape tapi enggak bisa konfirmasi ke mana-mana."
Lina menambahkan diperlukan media dan jurnalisme yang berkualitas dan independen dalam menyampaikan informasi.
Bukan sekali dua kali pemerintah menggandeng influencer dalam sosialisasi proyek atau kebijakan negara
- Industri Alas Kaki Indonesia Punya Potensi Besar, Kenapa Rawan PHK?
- Apa Arti Kemenangan Partai Buruh di Pemilu Australia Bagi Diaspora Indonesia?
- Dunia Hari Ini: Presiden Prabowo Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Lagi Anthony Albanese
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Sepakat untuk Membangun Kembali Ukraina