Mohsin Hamid

Mohsin Hamid
Mohsin Hamid
ADA sebuah kelompok sastra Asia baru yang sedang berkembang, sebutlah “Outsider Fiction”, dengan seorang dokter gigi asal Cina-yang kemudian menjadi seorang penulis Yu Hua dan seorang berdarah India Aravind Adiga (pengarang yang inovatif, pemenang penghargaan MAN Booker, “The White Tiger”) menjadi duo terbaik penggagas ide ini.

Apa yang mereka lakukan adalah menolak obsesi kelas menengah tradisional akan pemikiran dunia sastra (pernikahan, perselingkuhan dan status, seperti yang dicontohkan Vikram Seth dalam “A Suitable Boy”) yang memusatkan tak hanya pada hal itu-itu saja, bahkan kehidupan kaum padang pasir borjuis yang sedang berada di ruangan dengan gadis awam, sederhana yang belum menikah, ibu-ibu yang cemas dan pemuda-pemuda yang bimbang.

Dengan kehadiran penulis-penulis seperti mereka, kita seperti sedang menyaksikan dan bahkan berpartisipasi di balik ayunan pintu yang memisahkan kehidupan sosial ‘secara sopan’ dimana teh yang diminum bercangkir porselen Cina yang berasal dari kaum elit, lalu kemudian teh tersebut (sering bercitarasa manis dan terkadang berasa susu di saat pikiran sedang mati rasa) diteguk dari gelas kaca yang retak, apapun yang terjadi menjadi mungkin.

Kemudian, cobalah melangkah keluar dari kawasan kelas menengah – yang setara dengan Menteng, Pondok Indah dan Kebayoran Baru – maka kita akan berada di antara para petugas pembersih jalan, gangster-gangster kecil, para penjahat, preman-preman, pelacur dan pejabat korup. Ini seperti pentas yang buruk, suram dengan kondisi kota kita yang semakin menyempit, kumuh dan seadanya menjadi tumpah ruah ke seluruh bagian kota besar di Asia, pedesaan sebagai latar belakang yang tetap – seolah dilanda kemiskinan— dimana masyarakatnya sangat mendamba kesempatan untuk mencecap kemewahan kota.

ADA sebuah kelompok sastra Asia baru yang sedang berkembang, sebutlah “Outsider Fiction”, dengan seorang dokter gigi asal Cina-yang kemudian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News