Nasi Bungkus

Oleh: Dahlan Iskan

Nasi Bungkus
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - SAYA bermalam di Dago Atas, Sabtu malam lalu. Di Bandung. Di rumah seorang teman. Pemilik rumahnya berulang tahun.

Saya pun lebih banyak ngobrol dengan salah seorang tamunya daripada dengan yang lagi berulang tahun.

Nasi Bungkus

Baca Juga:

Tamu itu William Wongso. Juga tidur di situ. Anda sudah tahu siapa William: guru besar kuliner Indonesia. Yang dibicarakan: makanan enak. Hanya dibicarakan. Itu saja rasanya sudah kenyang.

Sebentar-sebentar William telepon jarak jauh: Sydney, Australia. Ia memang lagi jadi "penasihat" satu restoran baru di sana: jualan nasi bungkus. Gaya warteg. Laris sekali. Segera bikin cabang di Melbourne.

Nama restoran itu: Garam Merica. Identitas yang ditonjolkan: nasi bungkus. Warteg. Tidak ada identitas yang ditulis dalam bahasa Inggris.

Baca Juga:

"Apakah orang di sana tidak bingung?" tanya saya.

"Kalau Pak Dahlan baca kata Sushi atau Pho apakah masih perlu identitas lain?" jawabnya. Betul. Sushi sudah begitu identik dengan makanan Jepang. Seperti pho dari Vietnam.

William Wongso ingin kata nasi bungkus bisa setara dengan sushi atau pho. Tanpa dijelaskan pun orang harus tahu kalau itu makanan Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News