Obligasi Negara Bikin Indonesia Tak Bergantung pada Utang Luar Negeri

"Untuk utang-utang yang kita adakan, bisa jadi tenornya 20-25 tahun, atau lebih panjang lagi. Dengan tingkat bunga yang generous," jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga tidak mau dikendalikan para kreditor ketika mengajukan pinjaman luar negeri. Hal ini menjadi prasyarat yang terus dijaga supaya kita tetap independen.
"Yang kami kehendaki, ketika menerima pinjaman dari luar negeri, kita sendiri yang menentukan barangnya dari mana. Kami tidak mau didikte oleh para kreditor," katanya.
Menurut Ardhitya, sudah banyak manfaat pembangunan yang diperoleh dari instrumen pembiayaan alternatif. Salah satunya adalah pembangunan proyek kereta api di Makasar yang dibiayai melalui instrumen Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk).
"Lalu, (manfaat, red) dari pinjaman luar negeri kita bisa lihat sendiri seperti pembangunan Rumah Sakit UI, pembangunan MRT, atau pembangunan berbagai rumah sakit di daerah, dan masih banyak lagi," pungkas Arditya.
Head of Industry Regional Bank Mandiri, Dendy Ramdani juga menilai utang Indonesia masih dalam kategori aman. Apalagi bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
"Negara-negara maju itu bisa di atas 100 persen. Artinya, memang utangnya besar sekali. Sementara kita itu bila dilihat rasionya masih oke, di bawah 40 persen," katanya dalam acara diskusi yang sama.
Dendy menyarankan agar pemerintah menempatkan utang-utang ini pada sektor yang produktif.
Penerbitan obligasi negara memberikan alternatif pembiayaan bagi APBN agar Indonesia tak lagi bergantung pada utang luar negeri
- Siap Tingkatkan Ekraf, Gempar Targetkan Sulut Jadi Pintu Gerbang Asia Pasifik
- PNM Tebar Beasiswa Bagi Anak Nasabah untuk Dorong Pengentasan Kemiskinan
- Gubernur Ahmad Luthfi Bakal Kembangkan Wilayah Aglomerasi Banyumas
- Ibas Ajak ASEAN Bersatu untuk Menghadapi Tantangan Besar Masa Depan Dunia
- Pengembangan Infrastruktur Gas Dinilai Bukan Investasi Strategis, Justru Menjerumuskan
- Awal 2025 Bank Mandiri Tumbuh Sehat dan Berkelanjutan