Oki Setiana Dewi, Perempuan, dan KDRT

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Oki Setiana Dewi, Perempuan, dan KDRT
Oki Setiana Dewi. Foto: Djainab Natalia/JPNN

Di Eropa gerakan emansipasi wanita relatif terlambat. Di Jerman dan Inggris perempuan mendapatkan hak politik untuk dipilih dan memilih pada 1918.

Amerika Serikat memberi hak suara kepada perempuan pada 1920. Sebelum itu perempuan tidak mempunyai hak suara untuk memilih dan dipilih.

Perkembangan gerakan feminisme pasca-perang dunia kedua di Eropa dan Amerika melahirkan emansipasi yang liberal yang kemudian meluas ke seluruh dunia. Para aktivis feminisme liberal melakukan advokasi terhadap penerapan hak-hak perempuan, termasuk di dalamnya hak perlindungan dari kekerasan rumah tangga.

Undang-undang anti-kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia diundangkan pada 2004. Sekarang para wakil rakyat di parlemen sedang sibuk menyusun undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang dimaksudkan untuk lebih memberi perlindungan kepada perempuan.

UU TPKS menjadi perdebatan sengit karena dianggap ada muatan agenda liberal di dalamnya. Persoalan pemerkosaan dalam rumah tangga menjadi salah satu poin yang menjadi perdebatan.

Seorang suami yang memaksa istrinya melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan akan dianggap melanggar hukum dan dikenai pasal pemerkosaan.

Nilai-nilai kebebasan seperti ini akan menjadi persoalan ketika berhadapan dengan konsep ‘’nusyuz’’ dalam Islam. Akan terjadi kontroversi panjang mengenai dua konsep yang berseberangan secara diametral ini.

Ada arus besar yang saling berseberangan dalam menghadapi isu ini. Kasus Ustazah Oki Setiana Dewi ini hanya ujung gunung es dari arus besar yang bertarung di bawahnya. (*)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

Kasus Ustazah Oki Setiana Dewi ini hanya ujung gunung es dari arus besar yang bertarung di bawahnya.


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News