Pemerintah Diminta Tolak Penilaian Indonesia sebagai Negara Maju

Pemerintah Diminta Tolak Penilaian Indonesia sebagai Negara Maju
Ilustrasi ekspor impor. Foto: Kaltim Post

"Hal ini dibenarkan bahwa share ekspor Indonesia pada 2018 mencapai 0,9 persen terhadap total ekspor dunia, namun ini tidak cukup untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju karena tidak didukung oleh indikator lain seperti pendapatan nasional bruto (Gross National Income/GNI) per kapita serta indikator kesejahteraan lainnya," katanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada 2017 sebesar Rp51,9 juta atau sekitar 3.877 dolar AS.

Pada 2018 naik menjadi Rp56 juta atau 3.927,2 dolar AS. Dan pada 2019 naik lagi menjadi Rp59,1 juta atau 4.174,9 dolar AS.

Menurut Aviliani, negara maju memiliki GNI per kapita di atas 12.000 dolar AS per tahun. Dengan demikian, Indonesia masih belum layak untuk masuk sebagai negara maju.

Selain itu, lanjut dia, meski porsi ekspor lndonesia mencapai 0,9 persen dari ekspor dunia, namun peringkat ekspor Indonesia pada 2018 melorot ke posisi 29 dunia atau di bawah posisi Vietnam, Thailand dan Malaysia.

"Lebih dari itu, lndonesia merupakan anggota negara G 20 yang ekspornya paling kecil bersama Turki," ucapnya.

Dalam kesempatan sama, peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan keputusan Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) yang mengeluarkan Indonesia dari negara maju dapat membuat ekspor sejumlah produk dari Indonesia berpotensi terkena bea masuk anti subsidi.

"Perdagangan kita dengan AS surplus. Kalau kita dikenakan bea masuk anti subsidi maka jelas nilai ekspor kita ke AS dapat turun. Pedagang AS di sana juga tentu akan mencari supplier yang bisa menyediakan beban produksi yang kompetitif dari negara lain," katanya. (antara/jpnn)

Ekonom senior Indef Aviliani menyarankan pemerintah menolak penilaian USTR yang menyebutkan Indonesia sebagai negara maju.


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News